Liputan6.com, Jakarta - Tengah ramai diperbincangkan publik terkait adanya pencemaran limbah parasetamol di Teluk Jakarta. Temuan pencemaran limbah parasetamol ini diungkapkan dalam Artikel yang berjudul ‘High concentrations of paracetamol in effluent dominated waters of Jakarta Bay, Indonesia’ dari jurnal Marine Pollution Bulletin pada 2021.
Dalam penelitian tersebut ditemukan adanya kontaminasi parasetamol di laut kawasan Ancol sebesar 420 nanogram per liter dan Angke sebesar 610 nanogram per liter yang cukup tinggi.
"Kalau dilihat dari jumlah 600 nanogram per liter, itu sifatnya non akut. Sehingga tidak akan menjadi mematikan dalam jumlah tersebut," ujar Prof. Dr. Ir. Etty Riani, peneliti dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, dalam Media Briefing ‘Paracetamol: Penyebab Laut Terkontaminasi, Dampak, Pengelolaannya’, pada Selasa, 5 Oktober 2021.
Advertisement
Baca Juga
Parasetamol merupakan obat penghilang rasa nyeri dan demam. Obat ini dijual bebas di pasaran dan banyak masyarakat Indonesia yang mengonsumsi obat ini. Seringan apapun penyakitnya, parasetamol tetap menjadi primadona, bahkan untuk pengobatan pasca-operasi.
Etty menerangkan sejumlah kemungkinan asal limbah parasetamol. Salah satunya dari hasil pembuangan kotoran manusia yaitu, feses dan urin selama pandemi, yang jumlahnya lima persen dari total polutan.
Dugaan limbah parasetamol lainnya adalah dari hasil pembuangan obat-obatan masyarakat baik yang kadaluarsa maupun yang tidak dikonsumsi. Ia juga menyoroti kemungkinan industri farmasi berperan dalam pencemaran ini.
"Bisa saja, bukan tidak mungkin juga, yaitu industri farmasi karena ada satu dan lain hal, misalnya ada teknologi yang bermasalah atau ada kerusakan, sehingga ini (parasetamol) bocor," ujar Prof. Etty.
Ia juga menyebut kemungkinan lain, yakni ada oknum pengumpul B3 yang membuang limbah sembarangan. "Karena bukan tidak mungkin hal ini bisa terjadi," imbuh dia.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Edukasi Konsumen
Dalam mengonsumsi parasetamol dianjurkan agar sesuai dengan dosis yang tertera pada kemasan. Biasanya dosis maksimal sebanyak 4.000 miligram per hari. Dosis parasetamol yang tinggi dapat menyebabkan kematian dan biasanya digunakan untuk percobaan bunuh diri di negara-negara maju.
"Sehingga di negara-negara maju penggunaannya sangat dibatasi," ujar Prof. Etty.
Maka itu, ia menyarankan agar penyuluhan tentang konsumsi obat secara tepat kepada seluruh masyarakat diintensifkan agar tidak sembarangan. Masyarakat juga perlu dibiasakan berkonsultasi ke dokter terlebih dulu.
"Banyak sekali masyarakat yang masih abai untuk hal-hal seperti ini (dampak pencemaran air). Mereka tidak percaya kalau belum mengalaminya," ujarnya.
Advertisement
Tanggapan KLHK
Prof Etty meminta agar ada peninjauan kembali terkait penjualan dan peredaran obat. Ia juga mengajak masyarakat bertanggung jawab atas kelestarian lingkungan."Kalau lingkungan mau bersih, sehat, dan nyaman, setiap individu harus mau peduli lingkungan karena pemerintah bukan tukang bersih-bersih," sambung dia.
"Jangan selalu menyalahkan, tetapi kita harus mencari solusi yang terbaik untuk semuanya," tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Sampah, Limbah, dan B3, KLHK, Rosa Vivien Ratnawati menyebut parasetamol termasuk tergolong emerging pollutants. Ia mengatakan WHO saja belum mengatur kandungan parasetamol dalam baku mutu air.
"Sangat-sangat kemungkinan kecil untuk mengganggu kesehatan. Penelitian dan kandungan parasetamol yang ditemukan hanya di dua tempat, itu tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan. Jadi aman," ujar Vivien. (Gabriella Ajeng Larasati)
Kandungan Parasetamol di Teluk Jakarta
Advertisement