6 Fakta Menarik Jayawijaya, Dikenal Dunia Lewat Festival Lembah Baliem

Jayawijaya merupakan daerah yang memiliki kebijakan memproteksi keberadaan becak sebagai moda transportasi favorit warga Wamena.

oleh Henry diperbarui 16 Feb 2022, 08:30 WIB
Diterbitkan 16 Feb 2022, 08:30 WIB
Hanya di Bulan Mei, Hamparan Lembah Baliem Berubah Warna Ungu
Rumput Ungu hanya ditemukan di bulan Mei di sejumlah distrik di Kabupaten Jayawijaya. (KabarPapua.co/Stevanus Tarsi)

Liputan6.com, Jakarta - Jayawijaya adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua yang terletak di kawasan Pegunungan Tengah. Jumlah penduduknya 272.984 jiwa pada 2020, dengan kepadatan penduduk 38,83 jiwa/kilometer persegi.

Kabupaten Jayawijaya berada di wilayah adat La Pago. Ibu kota kabupaten ini terletak di Wamena yang berlokasi di Lembah Baliem. Tempat itu sering diidentikkan dengan Jayawijaya atau Wamena.

Dalam literatur asing, Lembah Baliem juga sering disebut sebagai Lembah Agung. Nama Lembah Baliem sudah mendunia. Bahkan, ukir-ukiran Suku Dani -- salah satu suku yang mendiami lembah itu -- sudah dikenal hingga ke Eropa.

Popularitas Lembah Baliem juga kian mendunia dengan adanya perhelatan tahunan Festival Lembah Baliem.Tentu bukan itu saja hal-hal menarik dari Jayawijay. Berikut enam fakta menarik seputar Kabupaten Jayawijaya yang dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber.

1. Distrik Bung Karno

Di Jayawijaya ada sebuah distrik yang namanya mirip dengan proklamator sekaligus presiden pertama Republik Indonesia, Distrik Silo Karno Doga. Silo Doga adalah tokoh penting pada masa Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969. Ia dikenal sebagai salah satu pejuang Pepera, yang sejak awal menyatakan kesetiaannya bergabung dengan NKRI.

Pada 1960-an, Silo Doga bersama kepala suku lainnya pernah diundang ke Istana Kepresidenan di Jakarta oleh Presiden Sukarno. Saat itulah para kepala suku dipimpin oleh Silo Doga menyatakan ikrar kesetiaan di hadapan Presiden Sukarno bahwa Irian Barat (nama Papua waktu itu) adalah bagian dari NKRI.

Silo Doga meminta agar nama Bung Karno digabungkan dalam namanya menjadi Silo Karno Doga sebagai simbol persaudaraan, kasih dan kesetiaan. Distrik Silo Karno Doga merupakan distrik dengan wilayah terluas di Kabupaten Jayawijaya, Papua.

2. Padi dan Beras

Makanan pokok warga Papua dulunya adalah sagu, sebelum digantikan oleh beras. Karenanya, pemandangan tidak biasa tampak di Kampung Honelama, Distrik Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pada ketinggian 1.650 meter di atas permukaan laut, terdapat hamparan sawah dengan tanaman padi yang menguning siap panen.

Tanaman padi di sawah ini dibudidayakan oleh Suku Dani. Kepiawaian Suku Dani bercocok tanam sudah didapat sejak zaman prasejarah. Mereka dikenal sebagai petani tangguh, dengan tanaman utama keladi, pisang, ubi jalar dan buah merah. Sebelum mereka mengenal bercocok tanam padi, mereka telah dikenalkan beras yang didatangkan dari Jayapura.

Budidaya padi ini diperkenalkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Jayawijaya. Sejak kehadiran beras di Wamena, Suku Dani lebih banyak mengonsumsi nasi, sedangkan kebun keladi dan ubi jalar mereka sebagian dibiarkan begitu saja. Hal ini mengkhawatirkan karena babi yang merupakan hewan ternak utama mereka sangat menyukai umbi ubi jalar dan daunnya. Babi tidak bisa makan jerami padi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

3. Festival Lembah Baliem

Wamena
Festival Lembah Baliem di Wamena (dok.Instagram @festivallembahbaliem/https://www.instagram.com/p/BzsNEkGh4KO/Henry)

Festival Lembah Baliem diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Jayawijaya setiap tahun. Tujuannya untuk mempertahankan kelestarian nilai-nilai budaya Suku Asmat sekaligus memperkenalkan Kabupaten Asmat sebagai destinasi wisata yang eksotis dari Papua. Festival bertaraf dunia ini dulunya diadakan setiap bulan Oktober, namun kemudian diadakan di bulan Agustus tiap tahunnya.

Festival ini sudah sangat terkenal di kalangan turis mancanegara, Di festival yang sudah berlangsung sejak 1989 ini, Anda akan merasakan langsung pengalaman menakjubkan bersentuhan langsung dengan kebudayaan dan tradisi dari berbagai suku yang ada di Papua tanpa perlu mendatangi perkampungan setiap suku.

Saat pertunjukan berlangsung, Anda bisa menyaksikan berbagai atraksi perang adat, musik tradisional, tarian, lelang patung, lomba perahu, demo membuat ukiran, nyanyian, dan pemilihan Abang None ala Asmat.

4. Becak

Becak memang dilarang di beberapa daerah di Indonesia, termasuk di Jakarta. Namun di Distrik Wamena, Jayawijaya, becak masih banyak ditemui. Pemerintah Kabupaten Jayawijaya bahkan membuat peraturan daerah yang memproteksi becak agar tetap eksis di Wamena.

Becak-becak itu diterbangkan dari Jayapura menggunakan pesawat kargo. Itu karena Wamena terletak di Pegunungan Tengah Papua, tidak ada jalur transportasi darat yang menghubungkan Kota Jayapura ke Wamena, hanya bisa dicapai lewat udara.

Mungkin becak di Wamena adalah becak termahal dan satu-satunya becak di dunia yang berada di daerah tinggi. Becak pun telah mengubah kebiasaan masyarakat Wamena, yang sebelumnya suka berjalan kaki dalam semua aktivitasnya, kemudian lebih banyak naik becak pergi ke kantor, sekolah atau ke pasar.

5. Kuliner Khas Jayawijaya

Udang Selingkuh
Udang Selingkuh, makanan khas Papua Barat (Liputan6.com/sumber foto: akun instagram @aidan_darwinds)

Salah satu kuliner ikonik dari Jayawijaya adalah Udang Selingkuh.  Sungai Baliem memiliki udang endemik, udang selingkuh, yang sebenarnya merupakan sejenis lobster air tawar. Udang ini disebut ‘udang selingkuh’ sebab bentuknya sangat unik, terlihat sepintas seperti udang bercapit besar seukuran capit kepiting.

Secara ilmiah, udang ini termasuk dalam genus Cherax. Ada 13 spesies Cherax di Pegunungan Tengah Papua. Spesies Cherax monticola persebarannya antara lain di sungai-sungai di Lembah Baliem. Di tempat lain, dia disebut lobster air tawar. Suku Dani menyebutnya udi.

6. Batas Batu Wamena

Batas Batu Wamena atau Batas batu adalah destinasi wisata Gunung Batuan yang terletak di wilayah Kabupaten Jayawijaya. Batas Batu ini berada di tempat tinggi yang bersuhu sangat dingin. Saat hujan, suhu di tempat itu dapat mencapai 4-5 derajat celcius sehingga tidak ada warga yang tinggal di sekitarnya.

Pengunjung perlu usaha lumayan keras untuk mencapai lokasi ini. Namun, kelelahan dalam perjalanan akan terbayarkan oleh pemandangan Batas Batu yang berupa bukit datar dan ini terdiri dari gundukan bebatuan berwarna putih, seolah-olah tertutup oleh salju. Pemerintah setempat berupaya agar kondisi jalan membaik untuk kenyamanan pengunjung.

4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya