Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim menolak usulan Perdana Menteri (PM) Malaysia Ismail Sabri Yaakob untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di ASEAN. Ismail Sabri mengungkap gagasan itu di Majelis Tinggi Malaysia pada 23 Maret 2022.
"Saya sebagai Mendikbud Ristek tentu menolak usulan tersebut. Namun, karena ada keinginan negara sahabat kita mengajukan Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN, tentu keinginan tersebut perlu dikaji dan dibahas lebih lanjut di tataran regional," kata Nadiem, mengutip situs web Kemendikbud Ristek, Selasa (5/4/2022).
"Saya imbau seluruh masyarakat bahu membahu dengan pemerintah untuk terus berdayakan dan bela Bahasa Indonesia,” ia menambahkan.
Advertisement
Ia menjelaskan bahwa pemerintah berupaya mengembangkan, membina, serta melindungi bahasa dan sastra Indonesia. Di samping, meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional, menyatakan bahwa hal tersebut perlu kajian dan pembahasan lebih lanjut.
Baca Juga
Menurut Mendikbud Ristek, Bahasa Indonesia justru lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Di tingkat internasional, Nadiem menyambung, Bahasa Indonesia telah jadi bahasa terbesar di Asia Tenggara, dengan persebaran mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah dilakukan 428 lembaga, baik yang difasilitasi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud Ristek maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia.
Bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas dunia di Eropa, Amerika Serikat, dan Australia, serta di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Asia. "Sudah selayaknya Bahasa Indonesia duduk di posisi terdepan, dan jika memungkinkan, jadi bahasa pengantar untuk pertemuan-pertemuan resmi ASEAN," tandasnya.
Sebelumnya, dilaporkan CNA, Ismail Sabri mengatakan, Bahasa Melayu tidak hanya dipakai di Malaysia. Beberapa negara ASEAN, seperti Indonesia, Brunei, Singapura, Thailand selatan, Filipina selatan, dan sebagian Kamboja, disebutnya telah memakai Bahasa Melayu.
Ia bercerita, selama kunjungannya ke Kamboja, baru-baru ini, ia diberitahu ada 800 ribu keturunan Melayu-Champa yang menggunakan bahasa Melayu. Sementara di Vietnam, ada sekitar 160 ribu penutur Bahasa Melayu, yang merupakan keturunan Melayu-Champa.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bahasa Kedua di ASEAN
Ada juga populasi kecil penutur bahasa Melayu di Laos. Ismail Sabri menambahkan. "Di seluruh ASEAN, ada orang yang bisa berbahasa Melayu. Karena itu, tidak ada alasan kami tidak dapat menjadikan Bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa resmi ASEAN," katanya.
Ismail mengaku akan membahas masalah ini dengan "rekan-rekan ASEAN-nya." "Saya akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lain, terutama di negara-negara yang sudah menggunakan Bahasa Melayu," ia mengatakan.
"Saya akan berdiskusi dengan mereka tentang menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa kedua di ASEAN. Setelah itu, kami akan berdiskusi dengan para pemimpin negara ASEAN lain yang punya penduduk (penutur) bahasa Melayu," imbuh Ismail Sabri.
Advertisement
Kelas Bahasa Melayu
Kementerian Luar Negeri Malaysia juga diminta menyediakan kelas Bahasa Melayu bagi staf kementerian yang telah ditempatkan di luar negeri bersama anak-anak mereka. Ismail Sabri menyebut, beberapa anak pejabat diplomatik memiliki penguasaan bahasa Melayu yang lemah karena belajar di sekolah internasional.
Pernyataan bahasa kedua ini sebenarnya telah diungkap Ismail Sabri saat menghadiri Majelis Umum Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), akhir pekan lalu. Saat itu, ia mengumumkan bahwa pembelajaran Bahasa Melayu akan diwajibkan bagi mahasiswa asing yang mendaftar di universitas Malaysia.
Menindak Kesalahan Bahasa
Ismail Sabri juga mengatakan bahwa Undang-Undang "Dewan Bahasa dan Pustaka" yang menetapkan pembentukan badan untuk mengoordinasikan penggunaan Bahasa Melayu di negara ini juga akan diubah. Hal ini guna memberi kewenangan penegakan pada badan tersebut untuk menindak mereka yang menyalahgunakan bahasa, termasuk yang memasang papan tanda mengandung kesalahan bahasa.
"Lebih dari 300 juta penduduk ASEAN menggunakan bahasa Melayu dalam percakapan sehari-hari. Bahasa Melayu memiliki jumlah penutur ketujuh terbesar di dunia," katanya.
Advertisement