Cerita Virginia Silva, Lulusan Pascasarjana UGM yang Kerja di Tempat Pengolahan Sampah

Cerita Virginia Silva soal pengalamannya bekerja di tempat pengolahan sampah setelah lulus S2 di UGM sempat viral.

oleh Geiska Vatikan diperbarui 22 Feb 2023, 00:13 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2023, 04:02 WIB
virginia silva giovanni
Cerita Virginia, Lulusan Pascasarjana UGM yang Kerja di “Tempat Sampah” (TikTok:@virginiasilvag/Geiska Vatikan Isdy).

Liputan6.com, Jakarta - Nama Virginia Silva menjadi perhatian setelah mengunggah video berjudul 'Lulusan S2 di UGM ekspektasi kerja di kantoran ternyata kerja di tempat sampah'. Video itu viral karena dianggap tak biasa. Lewat video tersebut, ia menjelaskan pekerjaannya sebagai digital marketing sebuah perusahaan rintisan.

Ia menjalani studi di UGM sejak Agustus 2020 hingga Agustus 2022 dan mulai mencari lowongan pekerjaan pada akhir 2021. Awalnya, Virginia melamar ke BUMN sebagai tempat kerja yang diidamkannya. Namun, ia tidak pernah mendapatkan kabar baik dari BUMN tersebut. Setelah lulus, ia juga mencoba melamar ke berbagai perusahaan swasta.

Sambil menunggu kabar baik dari beberapa perusahaan, Virginia kemudian kembali pulang ke kampung halaman di Purwokerto, Jawa Tengah."Ketika kembali ke Purwokerto, aku ketemu sama teman dan saling sharing, sampai akhirnya kami membicarakan topik tentang Banyumas sudah zero to landfill," katanya ketika dihubungi Liputan6.com lewat telepon.

"Ternyata Banyumas bisa seperti saat ini karena Waste to Wealth," lanjutnya pada Kamis, 16 Februari 2023.

Ia mulai tertarik dan mencari tahu lebih lanjut mengenai perusahaan rintisan yang bergerak dalam bidang pengelolaan sampah itu. Virginia menyebut startup tersebut didirikan oleh Merakarno Rahusna Taruno pada 2020.

Pria yang akrab disapa Husna itu, kata Virginia, sengaja mendirikan perusahaan itu karena melihat permasalahan sampah di Banyumas, terutama pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang hanya menumpuk sampah dan membuat polusi. Penggunaan TPA  membutuhkan lahan yang besar dan mengakibatkan penurunan kualitas hidup bagi warga sekitar. 

Berubah Jadi TPST

mesin gibrik
Mesin Gibrik merupakan salah satu produk dari Waste to Wealth yang bisa memilah sampah organik dan anorganik secara otomatis. (Website:Waste to Wealth/Geiska Vatikan Isdy)

Virginia menyebutkan di saat yang bersamaan, pemerintah daerah juga fokus mencari solusi menangani masalah sampah di Banyumas. Bupati Banyumas Achmad Husein akhirnya sepakat menggandeng Waste to Wealth untuk mengganti TPA menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).

TPST saat ini tersebar di 44 titik di Banyumas. Untuk mengolah sampah dibentuk organisasi KSM untuk mengolah sampah di tiap-tiap kecamatan. Setiap hari, KSM bisa mengolah sampah sebanyak 15 hingga 20 ton.

Sebelumnya ketika masih menggunakan TPA sebagai pembuangan sampah,Banyumas memiliki 132 truk sampah per hari untuk membawa sampah dibuang ke TPA. Setelah diolah, jumlah truk sampah yang dioperasikan saat ini berkurang menjadi 25 truk sampah per hari.

Pihaknya menggunakan mesin gibrik untuk memilah sampah. Pengolahan dilanjutkan dengan menggunakan AWS Pyrolisis Gasifikasi untuk memusnahkan sampah atau mengubah sampah menjadi sumber energi. Waste to Wealth juga menawarkan program edukasi pada tim pengelola sampah.

Proses Pilah Sampah

pyrolisis
Mesin Pyrolisis AWS 50 untuk memusnahkan sampah menjadi debu. (Website:Waste to Wealth/Geiska Vatikan Isdy)

Sebelum menggunakan mesin gibrik, pihaknya menyortir sampah dulu untuk memisahkan sampah bernilai dan tak bernilai. Jika sampahnya masih bernilai akan dijual kembali untuk menjadi penghasilan TPST. "Cuma kalau sampah tak bernilai itu enggak semua lembaga mau mengolahnya. Misalnya, popok bayi dan sampah bungkus mi instan," kata Virginia.

Untuk sampah tak bernilai, pihaknya memproses menggunakan mesin Pyrolisis AWS 50 untuk dibakar tanpa mencemari lingkungan. Hasil dari pembakaran tersebut kemudian menjadi debu. Sementara, sampah lainnya akan diolah menggunakan mesin gibrik untuk dipilah secara otomatis untuk sampah organik dan anorganik. Sampah organik diolah menjadi media untuk kawin dan bertelur lalat BSF.

"Nah, itu nanti dari telur ini ketika menetas disebut larva magot. Biasanya magot itu bisa dipanen sekitar dua sampai tiga minggu," ujarnya.

Dari larva magot tersebut kemudian bisa menjadi pakan ternak, misalnya lele. Sedangkan, magot yang mati atau belum sempat menjadi magot disebut kasgot, atau bekas magot yang bisa menjadi pupuk bagi para petani.

Sampah Anorganik

paving
Hasil olahan sampah plastik menjadi paving. (Instagram:@wastetowealth/https://www.instagram.com/reel/CoUwBgPN1UI/Geiska Vatikan Isdy).

Virginia menyebut pengolahan sampah anorganik tergantung dari tiap-tiap daerah. Namun, di Banyumas paling umum dibuat menjadi genting dan paving.

Dari sampah yang telah dipilah mesin gibrik tadi, sampah akan diproses oleh mesin extruder untuk dilelehkan, kemudian dicetak menggunakan mesin cetakan paving. Pihaknya telah bekerja sama dengan Kementerian PUPR untuk menggunakan paving dan genting pada tiga taman kota di Banyumas.  

"Kami sudah coba dan hasilnya pavingnya nggak licin dan sudah digunakan di taman kota dan hasilnya sama seperti paving biasa," paparnya.

Pemilahan dan pembuatan paving tersebut diolah setiap hari agar sampah tidak menumpuk dan bau. Untuk pembuatan satu buah paving, pihaknya membutuhkan satu hingga 1,5 kg sampah. Menurut Virginia, inisiatif untuk pemilahan sampah rumah tangga di Indonesia masih kurang. Walaupun beberapa sudah memulai dengan memilah sampah di rumah, pada akhirnya akan dijadikan satu di tempat pembuangan.

Hal ini yang sangat disayangkan karena gerakan pemilahan sampah sudah digaungkan pemerintah maupun influencer yang peduli lingkungan. "Rasa peduli akan sampah bukan dari keluarga saja, tetapi kita semua harus sama-sama sadar kalau isu sampah itu penting dan kalau bisa dijadikan lapangan pekerjaan," pungkasnya.

Bahaya Sampah Plastik di Laut
Infografis bahaya sampah plastik di laut. (dok. TKN PSL)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya