Pulau Jeju Berencana Kenakan Biaya Wisata untuk Dukung Kelestarian Lingkungan

Pulau Jeju sedang mempertimbangkan undang-undang yang mengharuskan turis membayar biaya pariwisata. Rencana memungut biaya tersebut tak lain dalam upaya untuk mendukung kelestarian lingkungan.

oleh Putu Elmira diperbarui 18 Apr 2023, 16:30 WIB
Diterbitkan 18 Apr 2023, 16:30 WIB
Pesona Menakjubkan Pulau Jeju Korea Selatan
Seorang wanita menggantung cumi-cumi untuk dikeringkan du sebuah pelabuhan di pulau Jeju, Korea Selatan (8/5/2019). Karena memiliki keindahan alam dan kebudayaan yang unik, Pulau Jeju adalah salah satu objek wisata paling terkenal di Korea. (AFP Photo/Ed Jones)

Liputan6.com, Jakarta - Pulau Jeju sedang mempertimbangkan undang-undang yang mengharuskan turis membayar biaya pariwisata. Rencana memungut biaya kepada turis yang ke Pulau Jeju ini tak lain dalam upaya untuk mendukung kelestarian lingkungan.

Dikutip dari The Korea Times, Selasa (18/4/2023), menurut Provinsi Pemerintahan Sendiri Khusus Jeju, ada beberapa rincian biaya pariwisata tersebut. Biaya akan mencakup 1.500 won atau setara Rp16 ribu per malam untuk turis, 5.000 won atau sekitar Rp56 ribu per hari untuk mereka yang menyewa mobil, 10.000 won atau sekitar Rp112 ribu untuk minivan dan lima persen dari biaya untuk menyewa bus.

Pihaknya juga mengatakan bahwa setiap turis akan dikenakan biaya rata-rata 8.170 won atau sekitar Rp92 ribu per hari. Pihak berwenang mengatakan pada Minggu, 16 April 2023, bahwa tindakan yang sekarang sedang dipertimbangkan.

Jika rencana diajukan dan disahkan di Majelis Nasional, akan menghasilkan sekitar 141 miliar won atau setara Rp1,5 triliun ke kas pemerintah setelah tahun pertama.

Angka tersebut akan meningkat menjadi 154 miliar won atau setara Rp1,7 triliun pada tahun kedua dan 167 miliar won atau setara Rp1,8 triliun pada tahun berikutnya, perkiraan otoritas tersebut. Destinasi wisata populer negara itu telah lama mempertimbangkan langkah-langkah ini sejak penduduk setempat menyuarakan keprihatinan tentang dampak dari ledakan pariwisata, termasuk sampah dan limbah yang meningkat di luar kapasitas pengelolaan pulau itu.

Pemerintah pulau mencoba memperkenalkan biaya masuk pada 2012, tetapi digagalkan oleh para penentang. Pemerintah Agustus lalu meminta Institut Lingkungan Korea, sebuah perusahaan riset milik negara, untuk mempelajari kelayakan biaya masuk ke pulau itu.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Sempat Tertunda

Pesona Menakjubkan Pulau Jeju Korea Selatan
Pemandangan udara Seongsan Ilchulbong, atau 'Puncak Matahari Terbit', formasi batuan vulkanik di pulau Jeju, Korea Selatan (10/5/2019). Pulau Jeju adalah pulau terbesar di Korea dan terletak di sebelah selatan Semenanjung Korea. (AFP Photo/Ed Jones)

Dengan penelitian yang akan selesai pada Agustus, pemerintah berencana untuk mengusulkan RUU tersebut ke Majelis Nasional dalam tahun ini. Rep. Wi Seong-gon dari oposisi utama Partai Demokrat Korea yang mewakili Kota Seogwipo Pulau Jeju, mengajukan revisi Desember lalu untuk Undang-Undang Khusus tentang Pembentukan Provinsi Pemerintahan Sendiri Khusus Jeju dan Undang-Undang Kerangka Kerja tentang Pengelolaan Biaya untuk diperkenalkan biaya masuk.

Proposal telah tertunda sejak itu. Gubernur Jeju Oh Young-hun mengatakan di dewan provinsi pada Kamis lalu bahwa pengenalan tindakan tersebut "direncanakan dengan sangat hati-hati" sehingga dapat menarik dukungan warga dari seluruh negeri.

Ia mengatakan prosesnya "tidak akan sepenuhnya menjadi gambaran yang bagus" dan "sama sekali tidak mudah." Ia menambahkan sangat memantau reaksi dari pemerintah pusat, Majelis Nasional, bisnis swasta dan outlet berita mengenai tindakan tersebut. Dewan provinsi telah membahas cara untuk melestarikan keanekaragaman ekologi pulau itu dan mengelola peningkatan limbah, keduanya dihasilkan dari meningkatnya kunjungan wisatawan dari seluruh dunia sepanjang tahun.

Dewan sedang bekerja merevisi tiga undang-undang yang relevan untuk melengkapi pulau itu dengan anggaran yang lebih besar dan undang-undang yang lebih kuat terhadap tanggung jawab yang semakin besar untuk melayani pengunjung. Langkah Jeju dilakukan saat anggota parlemen Hawaii mempertimbangkan untuk membebankan "biaya dampak pengunjung" kepada turis. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi dampak kepadatan dan membantu memulihkan lingkungan.


Wisatawan Indonesia Bebas dari Kewajiban Isi K-ETA Saat Kunjungi Pulau Jeju

Pesona Menakjubkan Pulau Jeju Korea Selatan
Seorang pria menaiki kayak dengan pemandangan Seongsan Ilchulbong, atau 'Puncak Matahari Terbit', formasi batuan vulkanik di pulau Jeju, Korea Selatan (10/5/2019). (AFP Photo/Ed Jones)

Wisatawan dari 64 negara bebas visa, termasuk Indonesia, China dan Mongolia, yang tiba di Pulau Jeju akan dibebaskan dari sistem otorisasi perjalanan elektronik (K-ETA) mulai 1 September 2022. Hal itu disampaikan Pemerintah Provinsi Khusus Jeju, dikutip dari The Korea Times, Selasa, 30 Agustus 2022.

K-ETA mewajibkan orang asing yang tiba di Korea Selatan untuk mendaftarkan informasi perjalanan dan kesehatan mereka, riwayat kunjungan dan catatan kriminal terlebih dahulu untuk otorisasi. Sebelumnya, Kementerian Kehakiman pada akhir pekan lalu mengatakan orang asing yang datang dari 112 negara bebas visa (B-1) atau bebas visa untuk kunjungan singkat (B-2-1) diminta mendaftarkan informasi perjalanan dan mendapatkan pra-otorisasi melalui K-ETA sebelum tiba di Bandara Internasional Jeju.

Kementerian akhirnya memutuskan untuk membuat pengecualian. Wisatawan dari 64 negara, termasuk China, Mongolia, Vietnam, Indonesia, dan Filipina, yang bisa tinggal di Pulau Jeju hingga 30 hari sebelum aturan berubah, nantinya dapat memasuki pulau tanpa mengisi K-ETA. Hal ini dilakukan atas kekhawatiran pemerintah provinsi dan industri pariwisata pulau itu bahwa langkah pemerintah untuk mencegah masuknya imigran ilegal itu justru membuat wisatawan enggan mengunjungi Jeju.


Apa Itu K-ETA?

Pesona Menakjubkan Pulau Jeju Korea Selatan
Pejalan kaki berjalan di depan puncak Hallasan, atau gunung Halla, di pulau Jeju, Korea Selatan (9/5/2019). Pulau Jeju adalah satu-satunya provinsi berotonomi khusus Korea Selatan. (AFP Photo/Ed Jones)

Meski begitu, turis yang berasal dari 64 negara bebas visa yang memiliki catatan imigrasi ilegal atau overstay tanpa dokumen kemungkinan tetap diminta mengisi K-ETA. Pemprov Jeju membentuk dewan bersama dengan kementerian kehakiman, Asosiasi Pariwisata Jeju, Organisasi Pariwisata Jeju, dan Masyarakat Pariwisata Jeju.

Mereka menggelar pertemuan pertama pada Jumat, 26 Agustus 2022, untuk membahas kerja sama untuk meningkatkan pariwisata dan mencegah imigrasi ilegal. Dewan bersama berencana untuk memantau peraturan visa pulau dan implementasi K-ETA, serta bekerja untuk mengembangkan industri pariwisatanya.

K-ETA merupakan otorisasi perjalanan elektronik online yang harus diperoleh pengunjung asing dari negara bebas visa sebelum memasuki negara tersebut untuk berwisata, mengunjungi sanak saudara, atau untuk kepentingan bisnis. Wisatawan wajib mengirimkan informasi pribadi dan informasi lainnya melalui situs web atau aplikasi seluler.

Korea Selatan pertama kali memperkenalkan K-ETA pada September 2021 untuk 112 negara yang memiliki perjanjian bebas visa atau pengaturan serupa lainnya untuk mengizinkan masuk tanpa visa. Tetapi Jeju dikeluarkan dari daftar mengingat status hukumnya yang unik sebagai daerah otonom.

 

Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Infografis: 4 Unsur Wisata Ramah Lingkungan atau Berkelanjutan
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya