Liputan6.com, Jakarta - Data baru dari International Air Transport Association (IATA) mengungkap bahwa jumlah insiden penumpang yang tidak terkendali pada 2022 meningkat pesat dibandingkan tahun 2021. Angka terbaru menunjukkan bahwa ada satu insiden penumpang pesawat nakal yang dilaporkan untuk setiap 568 penerbangan pada 2022, naik dari satu per 835 penerbangan pada 2021.
Kategorisasi insiden yang paling umum sepanjang 2022 adalah ketidakpatuhan, pelecehan verbal, dan mabuk, dilansir dari Japan Today, Senin, 12 Juni 2023. Insiden pelecehan fisik masih sangat jarang terjadi, tapi mengalami peningkatan yang mengkhawatirkan sebesar 61 persen selama tahun 2021, terjadi sekali setiap 17.200 penerbangan.
IATA telah meminta lebih banyak negara bertindak yang diperlukan untuk menuntut penumpang di bawah Protokol Montreal 2014 (MP14). "Meningkatnya tren insiden penumpang yang tidak terkendali begitu mengkhawatirkan," kata Conrad Clifford, Wakil Direktur Jenderal IATA.
Advertisement
Ia menyambung, "Penumpang dan awak berhak atas pengalaman yang aman dan bebas gangguan di pesawat. Untuk itu, penumpang harus mematuhi instruksi kru. Sementara kru profesional kami terlatih dengan baik untuk mengelola skenario penumpang sulit diatur, tidak dapat diterima bahwa peraturan yang berlaku untuk keselamatan semua orang tidak dipatuhi oleh sebagian kecil penumpang."
"Tidak ada alasan untuk tidak mengikuti instruksi kru," tegasnya. Meski insiden ketidakpatuhan awalnya turun setelah mandat penggunaan masker dicabut pada sebagian besar penerbangan, frekuensinya mulai meningkat lagi sepanjang 2022 dan mengakhiri tahun dengan presentase insiden naik sekitar 37 persen daripada 2021.
Contoh Ketidakpatuhan Paling Umum
Contoh ketidakpatuhan yang paling umum adalah:
- Merokok, menggunakan rokok elektrik, vape, dan perangkat isap di kabin atau toilet;
- Tidak memasang sabuk pengaman saat diinstruksikan;
- Melebihi jatah bagasi jinjing atau gagal menyimpan bagasi saat diperlukan;
- Konsumsi alkohol sendiri di pesawat.
Strategi dua pilar direkomendasikan diterapkan untuk pendekatan tanpa toleransi terhadap perilaku penumpang pesawat yang sulit diatur:
- Regulasi: Memastikan pemerintah memiliki otoritas hukum yang diperlukan untuk menuntut penumpang yang nakal, terlepas dari negara asal mereka dan memiliki serangkaian tindakan penegakan hukum yang mencerminkan tingkat keparahan insiden tersebut. Kekuatan semacam itu ada dalam Protokol Montreal 2014 (MP14), dan IATA mendesak semua negara meratifikasinya secepat mungkin. Sampai saat ini, sekitar 45 negara yang terdiri dari 33 persen lalu lintas penumpang internasional telah meratifikasi MP14.
- Panduan untuk Mencegah dan Mengurangi Insiden: Cegah insiden melalui kerja sama dengan mitra industri di lapangan, seperti bandara, bar, dan restoran, serta toko bebas bea, termasuk misalnya kampanye kesadaran tentang konsekuensi dari perilaku nakal. Selain itu, disarankan juga berbagi praktik terbaik, termasuk pelatihan, agar kru dapat mengurangi insiden saat terjadi. Dokumen panduan baru diterbitkan pada awal 2022 tentang praktik terbaik untuk maskapai penerbangan dan memberi solusi praktis pada pemerintah terkait kesadaran publik, denda, dan memperbaiki kesenjangan yurisdiksi.
Advertisement
Tindakan Lebih Serius
Clifford berkata, "Dalam menghadapi meningkatnya jumlah insiden penumpang yang tidak dapat diatur, pemerintah dan industri diharapkan mengambil tindakan lebih serius untuk mencegah insiden penumpang yang tidak dapat diatur."
"Negara-negara meratifikasi MP14 dan meninjau langkah-langkah penegakan, mengirimkan pesan pencegahan yang jelas dengan menunjukkan bahwa mereka siap menuntut perilaku yang tidak dapat diatur," sebutnya. "Untuk bagian industri, ada kolaborasi yang lebih besar."
Misalnya, karena sebagian besar insiden keracunan terjadi akibat alkohol yang dikonsumsi sebelum penerbangan, dukungan bar dan restoran bandara untuk memastikan konsumsi alkohol yang bertanggung jawab sangatlah penting.
"Tidak ada yang ingin menghentikan orang bersenang-senang saat mereka pergi berlibur, tapi kita semua memiliki tanggung jawab untuk berperilaku dengan menghormati penumpang lain dan awak kabin," katanya lagi.
"Demi mayoritas, kami tidak meminta maaf karena berusaha menindak perilaku buruk sejumlah kecil penumpang yang dapat membuat penerbangan menjadi sangat tidak nyaman bagi orang lain," tandasnya.
Jumlah Kesalahan Penanganan Bagasi Pesawat Naik
Sebelumnya, dilaporkan bahwa jumlah kesalahan penanganan bagasi pesawat naik hampir dua kali lipat dari 2021 hingga 2022, jadi 7,6 bagasi per seribu penumpang, menurut laporan SITA 2023 Baggage IT Insights.
SITA sendiri merupakan perusahaan teknologi informasi multinasional yang menyediakan layanan IT dan telekomunikasi untuk industri transportasi udara. Kekurangan staf terampil, dimulainya kembali perjalanan internasional, dan kemacetan di bandara telah mempersulit pengelolaan bagasi dan memastikan penanganan yang lancar di bandara, terutama selama periode perjalanan puncak, dilansir dari Japan Today, 25 Mei 2023.
Bagasi yang tertunda menyumbang 80 persen dari semua bagasi yang salah penanganan pada 2022, bagasi yang hilang dan dicuri meningkat jadi 7 persen, sedangkan bagasi yang rusak dan dicuri menurun jadi 13 persen. "Setelah satu dekade di mana tingkat kesalahan penanganan (bagasi tercatat) lebih dari setengahnya antara tahun 2007 dan 2021, sungguh menyedihkan melihat angka ini naik lagi. Sebagai sebuah industri, kami perlu bekerja keras untuk memastikan penumpang sekali lagi percaya diri melakukan check-in bagasi mereka,” kata David Lavorel, CEO, SITA.
Ia menyambung, "Kami di SITA bekerja sama langsung dengan maskapai penerbangan dan bandara untuk membantu memecahkan masalah utama dalam perjalanan bagasi melalui otomatisasi cerdas, pelacakan, dan platform digital."
Advertisement