Curhat Turis Asal Thailand Ditolak Masuk Korea Selatan karena Pertanyaan Jebakan Petugas Imigrasi

Gelombang boikot kunjungan ke Korea Selatan sebelumnya merebak di kalangan turis asal Thailand yang merasa diperlakukan tidak adil oleh otoritas negeri ginseng tersebut.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 06 Sep 2024, 09:01 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2024, 09:01 WIB
Ilustrasi bendera Korea Selatan (unsplash)
Ilustrasi bendera Korea Selatan (unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Seorang turis asal Thailand mengunggah curahan hatinya (curhat) di grup Facebook Travelling to Korea by Yourself. Curhatannya menjadi viral setelah ia mengaku mendapatkan pertanyaan aneh dari otoritas Korea Selatan yang berujung ia ditolak masuk negara tersebut.

Insiden tersebut terjadi pada Selasa, 3 September 2024. Perempuan itu mengaku ditanyai petugas imigrasi setempat seputar hotel yang akan diinapinya.

"Aku ditanya tentang jumlah pohon di hotelku dan warna kamarku. Aku tak bisa menjawabnya dan dipulangkan. Mereka mengatakan jawabanku tidak jelas," tulisnya di unggahan tersebut, dikutip dari The Thaiger, Jumat (6/9/2024).

Unggahan itu sontak memicu perdebatan online di media sosial, terutama di antara warganet Thailand. Respons mereka terbagi dua. Satu kelompok menganggap pertanyaan itu sebagai candaan dari keabsurdan situasi. Sebagian menyarankan agar perempuan itu menjawab sekenanya dengan percaya diri. "Seharusnya dia bilang saja dua pohon, satu kecil, satu besar!"

Tapi, kelompok lain menanggapinya dengan serius yang menganggap pertanyaan itu tidak penting dan bahkan menganggapnya tidak sopan. Seorang warganet berkomentar dengan sarkas, "Mengapa tidak sekalian saja bertanya berapa banyak kamar mandi di bandara?"

Perempuan itu menambahkan bahwa bukan hanya dia yang disuruh pulang kembali, tetapi mengklaim ada 10 turis Thailand lainnya yang bernasib sama. Kisahnya itu menambah daftar frustasi para pelancong dari Thailand yang merasa diselidiki secara tak adil, menurut Pattaya Mail.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Kampanye Boikot Wisata ke Korea Selatan

Objek Wisata di Seoul
Bukchon Hanok Village di Seoul, Korea Selatan. (dok. Visit Korea)

 

Bukan sekali ini turis Thailand mengeluhkan perlakuan imigrasi Korea Selatan. Hal itu memicu kampanye bertagar 'Ban Korea' di media sosial. Melansir Nikkei Asia, Selasa, 13 Agustus 2024, masalah pemeriksaan imigrasi yang ketat di Korea Selatan telah memburuk sejak tahun lalu.

Setelah mendarat di negara tersebut, beberapa warga Thailand yang telah mengantongi visa elektronik ditolak petugas imigrasi. Korea Selatan menyalahkan masalah ini pada pekerja ilegal yang datang dari Thailand.

"Saya ditolak imigrasi dan segera dipulangkan ke Bangkok tahun lalu," kata Eve Khokesuwan, seorang pembantu rumah tangga berusia 42 tahun dari kota Kalasin. Karena tidak bisa berbahasa Inggris dengan lancar, ia tidak punya pilihan selain mematuhi otoritas Korea.

"Saya tidak ingin pergi ke Korea lagi karena itu adalah perjalanan paling menegangkan yang pernah ada. Saya merasakan kesan yang sangat buruk (terhadap Korea Selatan)," katanya.

Tagar "Ban Korea" mulai menyebar di X, dulunya Twitter, pada kuartal terakhir tahun lalu. Efeknya, dalam empat bulan pertama tahun ini, jumlah warga Thailand yang mengunjungi Korea Selatan turun 21 persen dibandingkan trimester tahun sebelumnya, menjadi 119 ribu, menurut Organisasi Pariwisata Korea. Jumlah tersebut jauh di bawah catatan kunjungan 2019 dengan 572 ribu turis Thailand berhasil melewati imigrasi Korea Selatan.


Korea Selatan Tuding Pekerja Migran Ilegal Penyebabnya

Masuk 10 Besar Penyumbang Wisatawan Asing Terbanyak ke Korea Selatan, Indonesia Kini Diimingi-imingi Jenis Visa yang Lebih Gampang
Panduan wisata Korea Selatan. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)

Sebelum pandemi, Korea Selatan mengizinkan warga negara Thailand dan turis asing lain untuk tinggal hingga 90 hari jika mereka mendapat persetujuan sebelumnya dari Otorisasi Perjalanan Elektronik Korea, yang juga dikenal sebagai visa K-ETA. Peluang mengantongi visa mendorong sebagian warga Thailand melakukan perjalanan ke Korea Selatan, mencari pekerjaan, dan tinggal hingga 90 hari sambil mendapatkan penghasilan tiga hingga empat kali upah minimum harian di negara asal mereka.

Korea Selatan mengatakan, para pekerja ilegal menyebabkan masalah sosial dan mereka terlibat dalam aktivitas kriminal, sehingga memaksa pejabat imigrasi memasukkan pelancong Thailand dengan visa K-ETA melalui pemeriksaan sekunder. Menurut data pemerintah Korea Selatan, terdapat 157 ribu warga negara Thailand yang tinggal secara ilegal pada September 2023, tiga kali lipat dari jumlah yang tercatat pada 2015.

Pihaknya mengatakan tahun lalu bahwa sejak 2016, warga negara Thailand merupakan bagian terbesar dari orang asing yang tinggal di negara tersebut secara ilegal. Ketika Kementerian Tenaga Kerja Thailand pada 2023 membuka saluran bagi warga Thailand yang tinggal secara ilegal di Korea Selatan untuk kembali ke rumah, 2.601 orang mendaftar.

 


China dan Jepang Jadi Pengalihan

Objek Wisata di Korea Selatan
Kota Busan di Korea Selatan. (dok. unsplash/cozypark)

Gerakan "Ban Korea" awalnya muncul di Thailand ketika tindakan agen imigrasi Korea Selatan sebelum pandemi mulai merugikan wisatawan Thailand yang memasuki wilayah itu dengan legal. Banyak warga Thailand yang ditolak setelah mendarat di Korea Selatan, dan tidak mempunyai cara mendapatkan kembali uang muka tiket pesawat, hotel, atau tur mereka.

Yang lebih merugikan adalah stempel penolakan ditempelkan petugas imigrasi Korea Selatan di paspor mereka, sehingga mempersulit mereka untuk memasuki negara lain. Tagar ini kembali ramai dalam beberapa bulan terakhir, namun Wakil Presiden TTAA Yuttachai mengaitkan penurunan jumlah wisatawan Thailand ke Korea Selatan karena relatif sedikitnya jumlah tempat wisata di negara tersebut.

Ia mengklaim, atraksi-atraksi yang ditawarkan Korea Selatan dipopulerkan oleh film-film terkenal dan acara Netflix, sehingga hanya bersifat sementara. Turis Thailand pun mengalihkan kunjungan ke China dan Jepang. Selain memiliki lebih banyak atraksi, menurut Yuttachai, China dan Jepang menawarkan beberapa daya tarik non-wisata yang besar, seperti bebas visa dan pilihan wisata yang lebih murah, ditambah "pemandangan menakjubkan dan suasana yang menyenangkan."

Infografis 34 Juta Data Paspor Indonesia Diduga Bocor, Ini Respons Kominfo dan Imigrasi. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 34 Juta Data Paspor Indonesia Diduga Bocor, Ini Respons Kominfo dan Imigrasi. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya