Liputan6.com, Jakarta - Gunung Bubut adalah sebuah gunung yang berada dalam kompleks gunung api purba di sebelah selatan Soreang, tepatnya di perbatasan Kecamatan Cangkuang dan Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung. Gunung Bubut memiliki ketinggian 1.341 meter di atas permukaan laut (Mdpl), menurut peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).
Mengutip dari laman Bandung Bergerak, Rabu, 8 Januari 2024, menurut buku lama berbahasa Belanda “Geologische beschrijving van Java en Madura” atau Gambaran Geologi Jawa dan Madura, yang ditulis oleh Dr. R. D. M. Verbeek dan R. Fennema yang diterbitkan 1896, gunung itu termuat dengan nama Gunung Bubut-Tanjaknangsi Vulkaan. Verbeek saat itu menjabat sebagai Kepala Insinyur Industri Pertambangan Hindia-Belanda.
Advertisement
Dituliskan dalam buku tersebut bahwa di sebelah barat Malabar, di seberang lembah Ci Sangkuy, terdapat pegunungan vulkanik yang relatif rendah dan memanjang. Dua puncak yang paling terkenalnya disebut Bubut dan Tanjaknangsi.
Advertisement
Masih banyak hal mengenau Gunung Bubut, selain lokasi maupun keringgiannya. Berikut enam fakta menarik Gunung Bubut yang dirangkum Tim Lifestyle Liputan6.com dari berbagai sumber.
1. Satu Kompleks Gunungapi Purba di Soreang Selatan
Beberapa gunung yang berlokasi di kompleks pegunungan ini, di antaranya Gunung Tanjaknangsi sebagai puncak tertingginya, Gunung Bubut, Gunung Panenjoan, Gunung Puncaklingga, Gunung Puncakjaya, dan Pasir Batubedil. Adapun satu gunung yang disebut oleh Verbeek di bukunya, yaitu Gunung Pangawungan, saat ini tidak lagi dikenali lokasi keberadaanya.
2. Asal-usul Nama Gunung Bubut
Mengenai asal-usul Gunung Bubut terdapat beberapa versi sejarah penamaannya. Setidaknya ada dua versi yang dianggap paling relevan, untuk versi toponimi yang paling populer berhubungan dengan sejenis burung yang dahulu banyak hidup di kawasan tersebut yaitu burung bubut.
Sementara dari cerita warga Kampung Ciseupan yang berada di selatan kaki gunung. Kata “bubut” diyakini berasal dari bahasa Sunda yaitu “burubut” atau “murubut” yang dalam bentuk kata kerjanya, “ngaburubut”, berarti benda-benda berjatuhan dalam jumlah yang banyak.
3. Akses Menuju Lokasi
Untuk menuju Gunung Bubut, pendaki bisa melintas di Jalan Raya Soreang lalu berbelok ke arah jalan baru yaitu Jalan Al Fathu. Dari sana, Anda masuk ke jalan yang lebih kecil yaitu Jalan Campaka dan terus menyusuri Jalan Sukanagara hingga sampai di Kampung Gunung Bubut. Perjalanan pun bisa ditempuh melalui Jalan Raya Soreang-Ciwidey, kemudian berbelok kiri ke arah Jalan Mekarwangi hingga ke Kampung Ciberecek di kaki Gunung Bubut.
Advertisement
4. Sebutan Lain Gunung Bubut
Disebutkan bahwa sekarang warga setempat menyebut Gunung Bubut sebagai Gunung Pilar, dan puncaknya disebut dengan nama Puncak Pilar. Tidak jauh dari puncak Gunung Bubut, terdapat sebuah puncakan lagi yang disebut dengan nama Pasir Bedil.
Menurut warga setempat yang rumahnya tidak jauh dari Puncak Pilar, ada cerita dari sesepuh yang menyebut bahwa Gunung Bubut yang sebenarnya justru adalah Pasir Bedil meskipun puncaknya lebih rendah dari Gunung Bubut yang sekarang.
5. Pemandangan Gunung Sektarnya
Hal yang menjadi daya tarik Gunung Bubut adalah dari puncaknya, pendaki bisa menikmati bentang alam berupa penampakan kaldera gunungapi purba yang sangat menawan, membentang seperti benteng alami di bagian selatan dengan Gunung Tanjaknangsi sebagai titik tertingginya.
Jika mendaki Gunung Bubut, Anda akan bisa melihat puncak lainnya seperti Gunung Tanjaknangsi Gunung Panenjoan, Gunung Puncaklingga, Gunung Puncakjaya, dan Pasir Batubedil. Pemandangan ini tentu memanjakan mata dan menjadi pelepas lelah ketika sampai di atas.
6. Masih Terdapat Tradisi Ruwatan
Pendakian menuju puncak Gunung Bubut bisa dimulai dari beberapa titik awal. Yang paling dekat adalah dari Kampung Ciberecek yang berada di sebelah timur serta dari Kampung Gunung Bubut yang ada di sisi selatan.
Kendaraan dapat dititipkan kepada warga setempat untuk diparkirkan di halaman rumah atau di halaman masjid. Sebelum mendaki, jangan lupa melapor atau meminta izin terlebih dahulu.
Waktu perjalanan menuju puncak tidak terlalu lama, yakni sekitar satu jam saja. Itupun berupa perjalanan santai sembari beberapa kali berhenti untuk beristirahat maupun mengambil foto. Tidak ada tugu atau patok penanda puncaknya, namun mulai Maret 2024 di area puncak terdapat sebuah saung atau bangunan dari bambu kecil sebagai tempat bersantai.
Di gunung ini juga terdapat kegiatan adat berupa Ruwatan Cai Hulu Wotan di salah satu kaku Gunung Bubut yang dikenal "Pangaminan". Lokasi ini, dulunya terdapat mata air yang cukup besar. Saat kegiatan adat ruwatan ini berlangsung, digelar pertunjukan kesenian tradisional menggunakan alat musik kecapi, sambil warga menikmati makan bersama.
Advertisement