Liputan6.com, Banda Aceh - Bunga mawar merah itu bertaburan, nyaris menutupi sebagian makam. Tabur bunga merah nan wangi itu mewakili rasa duka Wakil Presiden Jusuf Kalla dan masyarakat dunia, sekaligus menghormati 10 tahun tsunami di kuburan massal di Desa Siron, Kabupaten Aceh Besar.
Pagi itu di kuburan massal yang terdapat 46.718 korban tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 silam itu mendadak ramai kedatangan orang nomor 2 di Tanah Air bersama rombongannya. Wapres yang akrab disapa JK itu sengaja berziarah ke makam ini.
Selang 5 menit berziarah, JK yang didampingi sang istri, Mufidah Jusuf Kalla beserta Gubernur Aceh Zaini Abdullah itu bergegas menuju Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, lokasi peringatan puncak 10 tahun tsunami Aceh. Pagi itu, JK dijadwalkan memimpin upacara peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh.
Rangkaian acara peringatan 10 tsunami di Aceh dimulai sejak Kamis kemarin. Mulai dari Aceh Berzikir, upacara peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh, Pameran Kebencanaan, Seni Kreatif, Pameran Foto dengan Tema Rekonstruksi dan Pengurangan Risiko Bencana, Malam Kesenian Aceh atau Malam Apresiasi, hingga Run ID/Tsunami 10 K.
Peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh juga digelar sebagai wujud syukur dan terima kasih warga Serambi Mekah kepada dunia yang telah menolong mereka.
Dalam sambutannya, JK mengatakan, Indonesia harus meningkatkan toleransi dan perhatian kepada negara lain yang terkena bencana. Ini sebagai balas budi kepada dunia yang telah membantu membangun Aceh pasca-bencana tsunami 2004.
"Tsunami sejarah besar bagi bangsa ini, tsunami juga bencana terbesar di dunia saat ini, kita harus berterima kasih pada dunia, kita juga harus membantu setiap negara yang mengalami bencana," ujar JK.
Advertisement
Menurut JK, saat terjadi tsunami di Aceh 2004, dalam waktu 1 jam perwakilan dunia berhasil mengumpulkan dana hingga Rp 60 triliun yang ditujukan membangun Aceh.
"Solidaritas yang sangat luar biasa ditunjukkan dunia, anak-anak TK di penjuru dunia memberikan tabungannya untuk Aceh, dan kita harus menjaga amanah itu," kenang JK.
Tanpa dukungan masyarakat dunia dan bersatunya masyarakat Indonesia, kata JK, sangat mustahil Aceh dapat dibangun kembali saat itu.
"Dari Sabang sampai Merauke berkumpul di Aceh bahkan dunia. Sesuatu apa pun yang berat bisa kita lalui dengan kebersamaan," ujar dia.
Melalui momentum 10 tahun tsunami, JK berharap masyarakat Aceh tidak lagi meratapi masa lalu. Masyarakat harus bangkit demi Aceh yang lebih baik ke depan.
"Jadikan ini bukan hanya sekadar peringatan dan mendoakan para korban, tapi harus jadi pembelajaran," harap JK.
Saat tiba di Banda Aceh Kamis kemarin, JK menilai Aceh sudah banyak mengalami perubahan. Terutama dengan peningkatan pembangunan pasca-tsunami 10 tahun silam, sehingga kehidupan sudah normal lagi.
"Pasti banyak hal yang berubah seperti semangat, fasilitas, bangunan dan begitu banyak yang sudah berubah. Tapi yang terpenting masyarakat (Aceh) tetap semangat," kata JK kepada para wartawan.
Sementara Gubernur Aceh Zaini Abdullah mengatakan, masyarakat Aceh diharapkan tetap siaga akan bencana yang terjadi. Sebab, Aceh tidak pernah sepi bencana.
"Refleksi tsunami Aceh mengingatkan kita agar saling melihat dan menoleh satu sama lain, bahwa Aceh tidak sepi dari bencana," ujar Zaini.
Zaini mengatakan, setelah gempa dan tsunami melanda Aceh 26 Desember 2004, Tanah Serambi Mekah ini kerap dilanda gempa susulan dengan kekuatan kecil hingga sedang.
"Pada 2013 lalu wilayah Aceh Tengah juga diguncang gempa hingga memakan korban jiwa dan harta benda," ujar dia.
Selain itu, kata Zaini, sederetan bencana lain seperti longsor, banjir, juga kerap terjadi di Aceh. Maka itu dia berharap masyarakat lebih peka akan datangnya bencana.
Tak lupa, Zaini juga menyampaikan terima kasih kepada dunia yang telah membantu dan memberi perhatiannya terhadap Aceh.
"Selama bencana, Aceh membutuhkan bantuan dunia. Rakyat Aceh melepaskan semua kepentingan pribadi dan kelompok untuk membantu sesama," ujar dia.
Zaini juga berharap, masyarakat Aceh bangkit seiring pembangunan yang akan dilakukan pemerintah.
Dalam peringatakan 10 tahun tsunami ini juga diisi dengan pemutaran film detik-detik saat tsunami meluluhlantahkan Aceh. Suasana pun menjadi hening. Seluruh warga Aceh yang hadir saat itu terdiam, sebagian terisak menyaksikan kembali dahsyatnya gelombang tsunami menghancurkan Tanah Rencong itu.
Bahkan, undangan lokal maupun para tamu negara donatur banyak yang tak kuasa menahan air mata. Mereka menyaksikan bagaimana anak-anak mencari ibunya, ibu yang menangisi anaknya, dan masyarakat Aceh meratapi rumahnya yang tinggal puing.
Video tersebut pun membuat JK kembali mengenang saat tsunami melanda Aceh 26 Desember 2004 silam. Ia bercerita sempat menahan tangisnya saat meninjau korban tsunami Aceh kala itu. Video itu membuat pria asal Makassar itu menitikkan air mata.
Betapa tidak, bencana ini mengakibatkan 126.741 jiwa meninggal, 93.285 orang hilang, 500 ribu warga kehilangan tempat tinggal, dan hampir 750 ribu orang kehilangan pekerjaan.
Menurut dia, sehari setelah bencana gempa dan tsunami menerjang Aceh, dia meninjau para korban. Saat itu dirinya dan para menteri melihat ribuan mayat bergelimpangan setelah terseret gelombang tsunami dan tertimpa puing-puing. Kala itu para menteri menangis melihat kejadian memilukan itu.
"10 Tahun saya menahan air mata untuk Aceh sejak tsunami terjadi 26 Desember 2004, padahal saat itu orang-orang tertunduk sedih berlinang air mata. Kenapa saya tidak menangis? Karena saya butuh ketegaran demi membantu rakyat Aceh bangun dari puing-puing kehancurannya akibat tsunami," kisah JK dalam keterangan tertulisnya.
Doa pun dipanjatkan bagi para korban tsunami. Tak hanya doa, tabur bunga juga dilakukan di kuburan massal Siron, di mana sekitar 14 ribu jenazah korban tsunami dimakamkan di area seluas 2 hektare itu. Â
Puncak peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh ini dihadiri pula puluhan duta besar negara donor yang ikut serta membangun Aceh, termasuk sekitar 5.000 undangan.
Usai memimpin upacara peringatan 10 Tahun Tsunami Aceh, JK melaksanakan salat Jumat di Masjid Raya Baiturrahman. Lalu dijamu makan siang di Pendopo Gubernur Aceh. Sore harinya, JK dijadwalkan kembali ke Jakarta.
Beragam kegiatan mengisi juga peringatan 10 tahun tsunami Serambi Mekah itu. Mulai acara seremonial hingga pembekalan warga agar tanggap terhadap bencana tsunami yang terjadi pada Minggu pagi itu.
Meski begitu, ada kegiatan khusus yang dilakukan nelayan Lampulo, Banda Aceh saat memperingati peristiwa dahsyat usai terjadi gempa berkekuatan 9,1 skala Richter itu. Mereka mengaku rutin libur melaut saat peringatan tsunami digelar setiap tahunnya.
"Kita tidak melaut sejak 4 hari yang lalu, dan saat peringatan tsunami. Karena kita menghormati dengan terjadinya peristiwa tsunami," ujar salah satu nelayan, Sayed Mahfud di sela-sela acara peringatan.
Sayed menambahkan, para nelayan tidak diperbolehkan melaut setiap hari Jumat. Larangan ini langsung diinstruksikan oleh Panglima Laut Aceh. Bila tetap melanggar larangan tersebut, warga akan diberi hukuman.
"Bila ada yang melanggar akan dikenakan saksi dan denda," ujar Sayed.
Kebangkitan Aceh
Setelah sempat hancur diterjang gelombang tsunami setinggi sekitar 30 meter pada 10 tahun silam itu, kini Aceh menjelma sebagai sebuah provinsi yang lebih maju dan lebih waspada terhadap bencana, khususnya tsunami.
10 Tahun bukanlah waktu yang singkat. Bangkit dari kenangan tragedi maha dahsyat tsunami Aceh 26 Desember 2004 silam juga bukan perkara mudah. Namun 1 dekade tsunami Aceh harus menjadi momentum untuk bangkit dan kembali bekerja.
Mereka yang selamat dari gulungan air laut yang terjadi akibat gempa 9,1 skala Richter itu, beberapa di antaranya adalah anak-anak, yang kini sudah bangkit dan menjalani hidup baru.
Seperti Nada Lutfia, remaja asal Gampong Mon Ikeun, Kabupaten Aceh Besar ini berusaha bangkit dari tragedi mengerikan 10 tahun silam.
Hidup bersama keluarga Marzuki Sulaiman, Nada memilih optimistis meneruskan pendidikannya hingga jenjang kuliah. Nada ingin menggapai cita-cita kedua orangtuanya yang telah tiada akibat bencana tsunami akhir 2004 lalu. Ia ingin menjadi bankir.
Meski trauma akibat tragedi tsunami Aceh tak bisa hilang, Nada tak ingin larut dalam duka. Ia memantapkan tekad untuk menapaki masa depan tanpa melupakan kenangan pahit masa lalu.
Ada juga kisah Martunis yang sesaat menjelang tsunami melanda Aceh tengah bermain bola di lapangan belakang rumahnya. Ia selamat setelah tersangkut di pohon bakau setelah 21 hari. Namun Ibu dan ketiga saudaranya lenyap ditelan gelombang, hingga jasadnya pun tidak ditemukan lagi.
Kostum timnas kesayangannya, Portugal bernomor punggung 10 yang tercantum nama bintang sepak bola dunia Rui Costa, melekat di tubuhnya.
Bocah yang tinggal di pesisir pantai Desa Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh ini tak pernah bermimpi akan bertemu bintang sepak bola dunia, meski dirinya hobi mengolah si kulit bundar. Nomor punggung 10 merupakan nomor punggung favoritnya.
Setelah mendapatkan perawatan dan kembali bertemu dengan ayahnya, beberapa bulan kemudian, Martunis diundang khusus ke Portugal bersama ayahandanya, dengan sambutan hangat oleh segelintir bintang sepak bola timnas Portugal.
"Di Portugal saya diajak jalan-jalan dan bermain bola," tutur Martunis.
Ketenaran bocah tsunami ini terus melejit, hingga sederetan orang-orang penting mengundangnya untuk bertemu, seperti halnya Presiden RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono, artis Celine Dion, Presiden FIFA Sepp Blatter dan beberapa bintang sepak bola dunia lainnya.
Martunis bahkan diundang sebagai tamu kehormatan pada laga Portugal versus Slovakia di Stadion Da Luz, Lisbon, dalam pertandingan kualifikasi Piala Dunia 2006.
Pada 2013, Cristiano Ronaldo kembali menemui Martinus di Aceh. Ia pun diangkat Ronaldo sebagai anak. Saat itu dirinya sering berkomunikasi dengan Cristiano Ronaldo melalui telepon selular dengan bantuan penerjemah bahasa.
Kini 10 tahun berlalu, dengan ketenaran dan kisah hidupnya, remaja yang pemalu itu kembali ke desanya, Tibang, dengan terus menggolah si kulit bundar sama seperti yang dilakukannya satu dekade silam. Dia berharap bisa menembus seleksi untuk bisa tampil bersama tim sepak bola Aceh, Persiraja.
"Saat ini cita-cita saya menjadi pemain sepak bola," ucap Martunis. Ia pun optimistis cita-citanya tersebut dapat tergapai, meski dulu tsunami sempat menghentikannya bermain sepak bola.
Nada dan Martunis adalah bagian dari ribuan potret anak-anak korban tsunami Aceh, yang kini menggantungkan nasibnya kepada Ibu Pertiwi setelah kehilangan orangtua dan saudaranya.
Kebangkitan Aceh juga terlihat di sudut-sudut kota. Seperti kondisi Masjid Baiturrahaman yang menjadi ikon kota Serambi Mekah itu. 1 Hari setelah tsunami, masjid agung Aceh itu menjadi tempat pengungsian karena relatif utuh dari gempa dan tsunami.
Pada saat itu, menara masjid tampak hancur di beberapa bagian. Puing-puing bangunan dan kayu yang terbawa tsunami berserakan di masjid dibersihkan oleh TNI. Kini Masjid Baiturrahman sudah menjelma menjadi lebih cantik, dilengkapi kolam air mancur di depannya.
Masjid ini pun menjadi salah satu tujuan wisata utama di Aceh. Pada malam hari, Masjid Baiturrahman tampak indah dengan tata cahaya di masjid dan taman.
Pemandangan berbeda juga terlihat kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Saat tsunami melanda, pembangkit ini terapung. Kapal berbobot 2.600 ton terseret hingga 3 kilometer. Terlihat masih ada batang kayu dan benda-benda yang tertimpa kapal. Rumah-rumah sekitar pun rusak.
Kapal itu kini dijadikan museum pengingat tsunami. Terletak di Kampong Bunge Blangcut, Banda Aceh, kapal ini disediakan teropong untuk memandang ke Pantai Ulele lokasi asal PLTD.
Begitu pula Pasar Aceh yang terletak di samping Masjid Baiturrahman termasuk yang terparah kerusakannya. Selain ratusan warga tewas di sini, bangunan toko pun hancur ditambah tertutup puing-puing bangunan dan kayu bawaan tsunami.
1 Tahun setelah tsunami, Pasar Aceh termasuk yang diutamakan pemulihannya agar warga Aceh bisa bangkit secara ekonomi. Kini, gapura pasar kembali kokoh dan kios-kios kembali berdiri hingga menjadi pusat perbelanjaan terpadat.
Lalu, Pantai Banda Aceh dan bagian barat Aceh adalah yang terparah tersapu tsunami. Garis pantai hilang, air pantai keruh, dan laut seolah menjorok ke darat. Semua itu adalah dampak amukan tsunami yang menyisakan genangan di daratan.
Pantai Banda Aceh kini sudah kembali pulih dan cantik. Air laut kembali bening dengan warna indah hijau kebiruan menjadi magnet wisata warga.
Namun di tengah kebangkitan masyarakat Aceh, ada yang luput dari perhatian pemerintah. Memasuki 10 tahun tsunami, ternyata masih banyak warga Aceh yang menjadi korban tinggal di pengungsian.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi III DPR, Nasir Djamil, yang melakukan kunjugan ke Provinsi Aceh, tepatnya di Bakhoy, Ingin Jaya, Aceh Besar.
"Ini kenapa kok mereka masih berada di sini, saya sedih dan kaget dengan kondisi ini. Secara moral Kuntoro Mangunsubroto harus bertanggung jawab karena dia mantan kepala badan pelaksana BRR (pada era SBY)," ujar dia saat dihubungi.
Nasir berharap, pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) bisa menyelesaikan masalah ini dan membawa perkara tersebut ke DPR.
"Mereka menjadi korban bencana tsunami 10 tahun silam, sudah kewajiban pemerintah untuk memberikan tempat yang layak buat mereka," tegas pria asal Aceh itu.
Menurut Nasir, musibah gempa dan tsunami bisa dilihat seperti dua sisi mata uang. Satu sisi bisa bermakna sebagai bentuk ampunan dan satu sisi sebagai peringatan dari Allah SWT. Bisa jadi, warga Aceh yang syahid saat gempa dan tsunami adalah cara Allah SWT untuk memasukkan mereka ke dalam surganya.
"Sementara kita yang masih hidup ini dituntut untuk mengambil pelajaran dan menjadi peringatan agar kembali ke jalan Allah SWT," pungkas Nasir. (Rmn/Ans)