Liputan6.com, Jakarta - Permasalahan APBD DKI Jakarta belum tuntas. Kementerian Dalam Negeri mengembalikan APBD ke Pemprov DKI Jakarta karena sistem e-budgeting yang diusung tidak sesuai dengan PP dan Permendagri.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai pengembalian ini karena adanya surat permintaan penolakan APBD dari DPRD. Belum lagi soal tudingan adanya dana siluman Rp 8,8 triliun yang muncul.
Namun, Anggota Badan Anggaran DPRD DKI Jakarta Bestari Barus mengatakan, justru Pemprov DKI sempat menawarkan uang senilai Rp 12 triliun agar DPRD tidak lagi mengutak-atik APBD DKI Jakarta.
"Supaya, program anggaran tersebut disetujui dan tidak banyak yang dihilangkan atau dicoret, maka Pemprov DKI melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) menyogok kami dengan memberikan anggaran sebesar Rp 12 triliun," ujar Bestari di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin 9 Februari 2015.
Politisi Partai Nasdem itu mmenjelaskan, uang tersebut sudah disebar ke berbagai kegiatan yang dapat dimanfaatkan DPRD untuk mendapatkan sejumlah uang. Misalnya digunakan untuk kegiatan pembelian tanah tanpa menyebutkan lokasi yang jelas serta pembelian banyak alat berat seperti eskavator.
"Tentu kami menolak sogokan itu. Bagi kami, kepentingan Jakarta bukan soal membeli lahan dan eskavator saja. Banyak persoalan lain. Kalau terima sogokan itu, sama saja menyerahkan kami semua ke LP Cipinang (penjara). Selain itu ini di luar pembahasan," tambah Bastari.
Bastari mengatakan, hal itu terpaksa diungkapkan karena DPRD terkesan terus disalahkan soal tudingan Rp 8,8 triliun yang dituduhkan Ahok. Terlebih, kisruh ini berujung pada dikembalikannya APBD oleh Kemendagri.
"Setelah kami cek ternyata isinya kegiatannya bukan hasil pembahasan di Dewan. Ini dapat kami sebut ilegal," ungkapnya.
Misal, Barus mencontohkan, eksekutif dan legislatif sepakat menganggarkan sejumlah dana untuk pembelian pesawat Lion Air. Namun, kegiatan yang diserahkan ke Kementerian ternyata pembelian pesawat Silk Air dengan jumlah anggaran sama. "Anggarannya sama tapi kontennya beda," ungkap Bestari.
Anggota Banggar DPRD lainnya, Fahmi Zulfikar menegaskan, tuduhan Ahok soal anggaran siluman Rp 8,8 triliun itu tidak benar. Sampai saat ini, kata dia, Ahok tidak punya bukti terkait tuduhan yang selalu disampaikan itu.
"Tidak ada dana siluman Rp 8,8 triliun. Coba, sampai sekarang Ahok (Basuki) tidak bisa menunjukkan bukti otentiknya. Mana?" heran dia.
Fahmi menilai, Ahok justru telah melakukan tindakan korupsi dengan menyogok anggota dewan Rp 12 triliun. Hanya saja bentuknya bukan uang, melainkan kegiatan-kegiatan yang diberikan secara gelondongan, lalu dewan bisa mengisi sendiri.
"Kalau kami korupsi, di sini kan katanya sudah banyak KPK pasti sudah ditangkap dong. Ini tidak," tuding Fahmi.
>>Ahok Geram>>
Ahok Geram
Ahok Geram
Gubernur DKI Jakarta Ahok pun geram dengan tudingan DPRD itu. Dirinya tak terima Pemprov dituding menyogok DPRD DKI sebesar Rp 1,2 triliun agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 disetujui dewan tanpa kendala.
"Fitnah darimana itu? Kepalang tanggung, bilang Gubernur DKI tanpa partai. Bilangin! Dari mana dasarnya kita suruh dia isi seperti itu?" tegas pria yang karib disapa Ahok itu di Balaikota Jakarta, Selasa (10/2/2015).
Ia kemudian membalikkan bahwa justru DPRD DKI lah yang sempat berniat memasukkan anggaran siluman sebesar Rp 8,8 triliun ke dalam APBD dengan nama 'anggaran visi misi'. Namun akhirnya pengajuan anggaran itu dicoret Ahok disertai cap 'Nenek Lu!'. Mantan Bupati Belitung Timur itu bahkan menantang untuk membuktikan siapa sebenarnya yang melakukan permainan anggaran.
"Saya punya berkas (pengajuan anggaran) Rp 8,8 triliun kok. Saya nulis 'nenek lu' itu yang saya coret di Rp 8,8 triliun dikirim ke kita kok," jelas Ahok.
Ia juga menampik bahwa pengajuan APBD yang dikirim Pemprov ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berbeda dari yang dibahas dalam paripurna DPRD DKI. "Mana mungkin beda, semua di komputer kok. Yang jadi masalah itu mereka (DPRD) nggak terima dengan yang dibahas," tandas dia.
Ahok semakin kesal dengan adanya permasalahan ini. Karena berarti anggaran untuk program-program DKI tak bisa digunakan. Terutama program penanganan banjir yang tentu terhambat akibat masalah APBD ini.
"Saya bilang 1.000 musuh ditambah 1.000 musuh lagi sama! Bagi saya sama saja. Kalau saya sudah nanggung. Saya juga sudah kesal dengan cara main seperti itu. Makanya saya lagi mikir untuk menyiapkan barat timur butuh dana Rp 18 triliun, gimana caranya bisa dapat segitu kalau berantem terus sama DPRD. Makanya saya lagi cari celah bisa nggak tekan pengembang," tandas Ahok. (Mut)
Advertisement