Liputan6.com, Jakarta - Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol Budi Waseso menegaskan, penyidik berhenti mengusut kasus yang membelit Ketua dan Wakil Ketua nonaktif KPK, Abraham Samad (AS)-Bambang Widjoyanto (BW). Namun dia menyatakan, 2 kasus tersebut tak diberhentikan atau mendapat Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
"Begini, kita melengkapi berkas itu sendiri. Penundaan, ya bukan dihentikan. Kita melengkapi berkas, mungkin ada saksi lain, bukti lain," kata Komjen Pol Budi Waseso di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (12/3/2015).
Terkait kasus BW, Budi menuturkan, penyidiknya juga masih harus menyelesaikan penyidikannya. Menurut pria yang akrab disapa Buwas itu, masih ada beberapa berkas yang harus dilengkapi.
"Kan belum 100 persen, 5 persen kan kita akan lengkapi. Bagusnya kan bulat 100 persen," tutur Buwas.
Bambang Widjojanto ditetapkan sebagai tersangka pada akhir Januari 2015. Bambang merupakan kuasa hukum Ujang Iskandar yang pada 2010 menjadi calon Bupati Kotawaringin dan menang di sidang di MK.
Bambang Widjojanto dikenakan Pasal 242 ayat (1) KUHP tentang Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu jo Pasal 55 ayat (1) ke satu KUHP jo Pasal 55 ayat (2) ke dua KUHP jo Pasal 56 KUHP.
Baca Juga
Pada Rabu, 11 Maret 2015, BW memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait kasus dugaan mengarahkan kesaksian palsu pada sengketa Pilkada Kotawaringin Barat di Mahkamah Konstitusi 2010. Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Zulfahmi Arsyad (ZA).Â
Advertisement
Sementara itu Polda Sulselbar menetapkan ketua nonaktif KPK Abraham Samad sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan dokumen. Dia diduga membantu seorang perempuan, Feriyani Lim, memalsukan dokumen kependudukan pada 2007 lalu.
Kasus ini dibuka setelah KPK menetapkan Komjen Pol Budi Gunawan --saat itu calon kapolri-- sebagai tersangka pada 13 Januari 2015. Abraham Samad dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Januari 2015.
Samad disangkakan dengan Pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHP subsider Pasal 264 ayat 1 dan 2 KUHP lebih subsider Pasal‎ 266 ayat 1 dan 2 dan atau Pasal 93 Undang-undang Nomor 23 tahun 2006 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 24 tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. (Ndy/Ein)