SBY: Kemiskinan Masih Hantui Asia-Afrika

SBY mengatakan, solusi untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan mengembangkan ekonomi di negara Asia Afrika.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 23 Apr 2015, 12:46 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2015, 12:46 WIB
Presiden SBY 2
(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menyatakan, kemiskinan di Asia dan Afrika masih belum bisa teratasi. Walaupun, persentase kemiskinan terus menurun tiap tahun.

"Yang pertama muncul di benak saya adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ditekan dari 80 persen pada 1950 menjadi 20 persen. Namun, kemiskinan masih menjadi masalah yang menganggu di Asia Afrika," kata SBY dalam pidatonya di Konferensi Parlemen Asia-Afrika, di Gedung DPR/MPR/DPD, Jakarta, Kamis (22/4/2015).

SBY mengatakan, kemiskinan berdampak pada aspek kehidupan masyarakat. Masyarakat tidak mampu membiayai kesehatannya ketika mereka sakit, mereka juga tidak mampu membeli makanan dan minuman.

"Di Asia Afrika, 700 juta orang hidup di bawah 1 dollar dalam sehari. Banyak yang meninggal karena HIV/AIDS, Malaria, dan TBC. Banyak yang mengalami krisis air dan makanan," ujar Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Chair of Global Green Growth Institute ini mengatakan, solusi untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan mengembangkan ekonomi di negara Asia Afrika. Pengembangan ini dapat dengan mudah tercapai, sebab situasi sekarang mengalami banyak kemajuan, terutama sejak 60 tahun terakhir.

"Negara-negara di Asia Afrika sudah mempunyai banyak sumber daya untuk dikembangkan. Negara-negara di Asia Afrika saat ini tidak hanya menjadi pasar bagi negara lain, tapi juga bisa memproduksi kebutuhannya sendiri," imbuh SBY.

SBY menegaskan, pemerintahan yang bai‎k merupakan jaminan pengembangan ekonomi di Asia Afrika. Yang diperlukan adalah sistem pemerintahan yang baik untuk membangun kerja sama.

"Apapun model ekonomi dan paham politiknya, tanpa pemerintahan yang baik hal itu tidak akan tercapai," tandas SBY.

‎Standing Applause untuk SBY

SBY menyampaikan pidaton dalam bahasa Inggris sekitar 15 menit. ‎Selesai berpidato, anggota parlemen Asia-Afrika memberikan standing applause atau tepuk tangan meriah sambil berdiri.

Selain SBY, Ketua Badan Kerja sama Antar Parlemen Nurhayati Ali Assegaf juga menggunakan bahasa Inggris. Ini dilakukan saat ia memberikan laporan pertanggungjawaban dan saat menjadi moderator dalam sesi I bersama SBY.

Sementara, Presiden Joko Widodo atau Jokowi memilih menggunakan bahasa Indonesia saat memberikan pidato dalam pembukaan Konferensi Parlemen Asia-Afrika. Tepuk tangan para delegasi juga diberikan pada Jokowi. Perbedaannya tanpa standing applause.

Ketua DPR Setya Novanto‎ memilih berkomunikasi dengan cara yang sama seperti Jokowi, menggunakan bahasa Indonesia. (Mvi/Yus)

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya