13 Maret 1975: Mengenang Sang Inisiator Konferensi Asia Afrika Ali Sastroamidjojo

Pada masa pemerintahannya, Ali terlibat dalam forum internasional. Ia menjadi salah satu inisiator penyelenggaraan KAA di Bandung pada 1955.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 13 Mar 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2025, 14:00 WIB
[Bintang] Fakta-Fakta Konferensi Asia Afrika 1955 yang Jarang Diketahui
Ali Sastroamidjojo | via: idabudhiati.wordpress.com... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Ali Sastroamidjojo adalah seorang tokoh nasional yang menginisiasi penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955 di Bandung. Dalam sejarah pemerintahan bangsa Indonesia, ia juga merupakan tokoh nasional yang memiliki peran cukup krusial.

Mengutip dari esi.kemdikbud.go.id, Ali Sastroamidjojo lahir di Grabag, Magelang, Jawa Tengah, pada 21 Mei 1903. Ia menempuh pendidikan di Europeesche Lagere School (ELS) dan melanjutkannya di Hogere Burger School (HBS).

Setelah tamat sekolah, ia menempuh pendidikan hukum di Universitas Leiden, Belanda. Pada 1927, ia mendapat gelar Meester in de Rechten (Mr.).

Selama di Belanda, ia bersama Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Sukiman Wirjosandjojo, dan beberapa pelajar Indonesia lainnya, aktif di organisasi Perhimpunan Indonesia. Dalam organisasi tersebut, setiap anggotanya dipersiapkan untuk menjadi pemimpin politik sekaligus mengabarkan kondisi Hindia Belanda kepada masyarakat di Belanda.

Pada 1927, Ali bersama beberapa pelajar Indonesia lainnya ditahan oleh Belanda. Mereka dituduh berupaya mendorong perlawanan bersenjata terhadap pemerintahan Belanda di Hindia Belanda.

Ia kemudian dibebaskan setelah lima bulan ditahan. Pembebasan itu dilakukan melalui proses pengadilan di Den Haag.

Pada 1928, Ali Sastroamidjojo pulang ke Hindia Belanda dan mulai terlibat di dalam pergerakan nasional. Ia bergabung dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan Soekarno pada 1927.

PNI yang awalnya bernama Perserikatan Nasional Indonesia ini berhaluan nasionalis. Tujuannya untuk mencapai kemerdekaan sepenuhnya serta mengedepankan asas non-kooperatif terhadap pemerintah kolonial Belanda.

Pada tahun-tahun awal keterlibatannya di pergerakan nasional, ia menduduki keanggotaan PNI di Yogyakarta. seiring pembubaran PNI pada awal 1930-an, Ali Sastroamidjojo bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo).

Pada periode yang sama, ia juga sempat menjabat sebagai pimpinan Perhimpunan Beambte Klas II Spoor dan Tram (PBST) di Hindia Belanda. Ia kemudian melepaskan jabatan tersebut pada Juli 1933. Dalam organisasi, ia aktif mempromosikan kegiatan serikat pekerja kereta api di berbagai pertemuan, baik privat maupun publik.

Pada masa pendudukan Jepang 1942 hingga 1945, seluruh organisasi politik tidak diperbolehkan beroperasi. Namun, gagasan nasionalisme justru semakin merebak seiring runtuhnya pemerintahan Hindia Belanda.

Pada masa Revolusi setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Ali Sastroamidjojo menduduki berbagai jabatan di dalam pemerintahan. Pada kurun waktu 1947–1950, ia menjabat beberapa posisi menteri di dalam Kabinet Amir Sjarifudin dan Kabinet Hatta.

Pada 1950, ia ditunjuk sebagai Duta Besar Amerika Serikat. Ia kemudian menjadi Perdana Menteri di dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955) dan Ali Sastroamidjojo II (1956–1957).

Pada 1957, ia juga ditempatkan sebagai Duta Besar Indonesia untuk PBB. Ia juga sempat menduduki berbagai jabatan di dalam beberapa kabinet, seperti Kabinet Presidensial, Kabinet Amir Sjarifudin I, Kabinet Amir Sjarifudin II, Kabinet Hatta, dan Kabinet Dwikora.

Pada masa pemerintahannya, Ali terlibat dalam forum internasional. Ia menjadi salah satu inisiator penyelenggaraan KAA di Bandung pada 1955.

Ali Sastroamidjojo aktif menyampaikan pendapat mengenai pentingnya penyelenggaraan konferensi yang membangun solidaritas negara-negara di Asia dan Afrika dalam berbagai forum yang diselenggarakan di Brussel, Colombo, dan Bogor. Kegiatan yang dihadiri oleh 29 negara Asia dan Afrika ini menempatkan Indonesia di dalam peta politik global

Selepas pergantian kekuasaan pada pertengahan 1960-an, Ali Sastroamidjojo sempat ditahan. Ia dianggap memiliki kedekatan dengan Soekarno.

Ia kemudian dibebaskan melalui proses pengadilan. Pada 13 Maret 1975, Ali Sastroamidjojo meninggal dunia.

Penulis: Resla

Promosi 1

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya