Golkar Kubu Agung: KPU Sudah Benar, Jangan Ubah Lagi UU Parpol

Leo Nababan menduga upaya merevisi UU Parpol berkaitan dengan konflik Golkar dan PPP yang belakangan terjadi.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 05 Mei 2015, 16:34 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2015, 16:34 WIB
DPR dan KPU Bahas Nasib Golkar dan PPP
Ketua KPU, Husni Kamil Manik (kiri) saat menghadiri rapat dengan DPR di Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/5/2015). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menerima rekomendasi Komisi II DPR terkait penggunaan putusan sementara pengadilan untuk jadi dasar rujukan partai bermasalah yang ikut pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak. Karena itu, demi mengakomodir Partai Golkar dan PPP, DPR bakal merevisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Parpol No 2 Tahun 2011.

Terkait itu, Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono, Leo Nababan menilai sebaiknya DPR fokus merumuskan undang-undang baru yang dibutuhkan bangsa ini. Ketimbang merevisi Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pilkada.

"Lebih baik fokus buat undang-undang baru daripada merevisi undang-undang untuk kepentingan sesaat," ucap Leo saat jumpa pers di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Selasa (5/5/2015).

Leo menjelaskan, pihaknya menolak upaya revisi UU Parpol oleh beberapa anggota DPR. Pihaknya bahkan menentang rencana itu melalui kader-kader oposisi di DPR. Sebab, sikap KPU sudah benar dengan tidak menerima rekomendasi Komisi II DPR lantaran taat pada UU yang sudah dibuat dan disahkan.

"KPU sudah benar itu tetap berpegang pada UU, jangan ubah lagi UU Parpol. Jangan lagi ganggu-ganggu KPU," ujar dia.

Leo menduga, upaya merevisi UU Parpol berkaitan dengan konflik Golkar dan PPP yang belakangan terjadi.

"Aromanya DPR memaksakan rekomendasi Komisi II ke KPU. Jadi mari berjiwa negawaran, bukan seperti 'gangster' yang membahayakan perjalanan demokrasi di negara kita," tandas Leo Nababan.

KPU melalui draf Peraturan KPU mensyaratkan parpol yang bersengketa di pengadilan harus sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau sudah islah sebelum pendaftaran pilkada.

Namun dalam rapat konsultasi antara pimpinan DPR, Komisi II DPR, KPU dan Kemendagri pada Senin 4 Mei 2015 malam, DPR meminta KPU untuk menyertakan putusan sementara pengadilan sebagai syarat untuk mengikuti pilkada.

KPU menolak permintaan tersebut karena tidak ada payung hukum yang mengatur atas hal itu. Akhirnya, DPR sepakat untuk merevisi UU Parpol dan UU Pilkada untuk menciptakan payung hukum baru. (Ans/Mvi)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya