Disetujui 23 Anggota, Komisi II DPR Ajukan Revisi UU Pilkada

Usulan revisi ini bukan dari pandangan fraksi-fraksi tetapi melalui anggota fraksi di Komisi II DPR.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 21 Mei 2015, 07:28 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2015, 07:28 WIB
Komisi II Gelar Rapat dengan KPU dan Bawaslu
Komisi II DPR menggelar rapat dengar pendapat dengan KPU dan Bawaslu, Jakarta, Senin (24/11/2014). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - DPR melalui Komisi II DPR akhirnya menyetujui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Usulan revisi UU ini bukan diajukan oleh Komisi II DPR, melainkan oleh anggota fraksi di Komisi II DPR yang hingga saat ini sudah 23 anggota yang menandatangani usulan tersebut.

Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman mengatakan, rapat internal Komisi II DPR soal revisi UU Pilkada menyepakati 3 kesimpulan. Pertama, Komisi II DPR sepakat mengajukan revisi UU Pilkada dengan penandatanganan anggota Komisi II DPR yang sudah 23 orang menandatangani.

"23 orang yang tanda tangani, kita nanti tinggal kirim ke Badan Legislasi (Baleg) besok sore atau besok pagi (hari ini) dan dengan harapan tidak terlalu lama direvisi. Baleg tentu akan membicarakan dengan pemerintah kemudian dibawa ke Paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU Inisiatif DPR," kata Rambe di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Menurut dia, ketentuan tersebut merupakan berdasarkan Peraturan Tata Tertib (Tabib) DPR bahwa usulan revisi harus dibawa di rapat komisi. Namun, usulan revisi ini bukan dari pandangan fraksi-fraksi tetapi melalui anggota fraksi.

"Revisi ini yaitu revisi terbatas dengan catatan tidak akan melebar ke mana-mana dan tidak ganggu tahapan pilkada 9 Desember, pilkada serentak gelombang pertama," ujar Rambe.

Politisi Partai Golkar ini memaparkan, terdapat beberapa pasal yang perlu direvisi maupun ditambahkan dalam UU Pilkada. Pertama, dalam Pasal 2 UU Pilkada seperti dalam tujuan Perppu Pilkada adalah harus ditambah di samping harus jujur dan adil ditambah efesien dan efektif.

Kedua, perubahan pasal-pasal tertentu seperti Panitia Pengawasa (Panwas) Pilkada dalam UU Pilkada bukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Ubah itu agar tidak ditertawakan. Ketiga, ada juga yang terlewat yaitu wakil kepala daerah kalau sudah 10 tahun menjabat tidak boleh mencalonkan lagi walaupun di daerah lain. Kalau calon gubernur itu boleh," sebut Rambe.

Keempat, Pasal 42 huruf A UU Pilkada menjadi paling prinsip yakni hasil Panitia Kerja (Panja) itu adalah karena KPU tidak merasa sebagai lembaga negara. Sebab itu, dalam perubahan UU berikutnya status KPU itu adalah pejabat negara yang dipilih dari DPR.

"Kalau Mahkamah Konstitusi (MK) dia pejabat negara, KPK juga seperti itu. Kok KPU tidak memahami dirinya apa," kata Rambe.

Kelima adalah terkait usulan revisi pasal 40 UU Pilkada, yaitu syarat jadi kepala daerah dan wakil kepala daerah harus mendapatkan dukungan parpol atau gabungan parpol minimal 20 persen kursi.

Keenam, UU Pilkada direvisi menyangkut masa jabatan kepala daerah yang berakhir 6 bulan sebelum masa jabatan berakhir tidak boleh memutasi dan melakukan kegiatan apabila dia petahana.

Ketujuh, Pasal 166 tentang ketentuan standar biaya pilkada oleh pemerintah.

"Jadi kesimpulannya, terserah mau setuju atau tidak. Komisi II DPR ingin demokrasi harus baik, sukses, aman dan baik karena ini serentak. Kalau sendiri-sendiri saja bakar kantor kita revisi. Jadi bukan untuk kepentingan, ini satu putaran. Ini harus dievaluasi," kata Rambe.

KIH dan KMP Seimbang

Ditempat yang sama, Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengatakan, peluang revisi UU Pilkada disahkan menjadi UU Inisiatif DPR seimbang apabila dilihat dari suara antara fraksi Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).

"PDIP belum bahas internal. Tadi anggota mewakili Golkar, PPP, PKS, Gerindra, PAN, Demokrat akan mempelajari dulu, dia kan penyeimbang," kata Riza.

Menurut politisi Partai Gerindra ini, belum ada yang menolak revisi UU Pilkada atas nama fraksi karena ini materi internal. Maka dari itu, Riza selaku pemimpin Komisi II DPR mendorong fraksi-fraksi di DPR mendiskusikan dan berdialog agar tidak salah persepsi mengenai apa yang akan direvisi. "Kalau revisi penting, maka akan mendukung," kata dia.

Riza meminta, fraksi-fraksi jangan melihat revisi ini untuk mengakomodir 2 partai yang saat ini sedang bersengketa yakni Golkar dan PPP. "Siapa tahu bulan depan atau tahun depan bukan partai lain yang bersengketa. Untuk melindungi semua tapi sekarang kebetulan untuk 2 parpol," ujar dia.

Terkait waktu revisi, Riza optimistis tidak memakan waktu yang lama yakni 3 minggu revisi selesai. "Kurang dari satu minggu ini apabila semangatnya menjalankan revisi," harap dia.

BPK Audit KPU

Selain kesepakatan soal revisi UU Pilkada, ungkap Rambe, terdapat 2 kesepakatan dalam rapat internal Komisi II DPR. Pertama, dalam konteks tugas-tugas KPU untuk diaudit oleh BPK, terkait kinerja KPU yang selama ini dilaksanakan sebelum tahapan pilkada yang memerlukan dana.

"Kedua, PKPU yang sudah diputuskan termasuk putusan hukum di masyarakat harus dievaluasi bahwa PKPU yang sudah dirumuskan secara benar apa tidak," kata Rambe.

Ketiga, lanjut dia, Komisi II DPR akan terus mengawasi dengan mitra kerja yang lain dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pengawasan dan legislasi soal pertanahan dan APBN 2016 dengan melihat perkembangan di masyarakat.

"Apalagi dalam masa sidang reses sebelumnya dan sekarang terangkat sedemikian rupa seperti beras prastik," pungkas dia. (Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya