Formappi: DPR Sangat Rahasiakan Naskah Akademik Draf UU

Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menyesalkan DPR yang merahasiakan naskah akademik dalam proses legislasi.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 21 Mei 2015, 16:38 WIB
Diterbitkan 21 Mei 2015, 16:38 WIB
Menkeu Bambang Brodjonegoro Sampaikan Kerangka Ekonomi Makro
Sejumlah anggota DPR mengikuti sidang paripurna, Jakarta (20/5/2015). Dalam paripurna tersebut Menkeu menjanjikan pemangkasan defisit fiskal ke kisaran 1,7-2,1 persen dari PDB pada tahun depan. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - ‎Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) menyesalkan DPR yang merahasiakan naskah akademik dalam proses legislasi. DPR pun diduga selama ini tak membuat naskah akademik.

"Naskah akademik menjadi sangat rahasia. Diduga kuat itu tidak pernah ada," ujar peneliti Formappi, Lucius Karus, di Jakarta, Kamis (21/5/2015).

Lucius menjelaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, disebutkan bahwa DPR wajib membuat naskah akademik sebelum dilakukannya pembahasan dan pembentukan undang-undang. Dalam UU tersebut memang tidak diatur naskah akademik harus dibuka ke publik.

Namun, ia menyarankan agar naskah ini dibuka ke publik. Hal ini bisa menunjukkan pada masyarakat bahwa DPR bertanggung jawab atas tahapan legislasi.

"Harusnya naskah segera dibuat setelah nomenklatur RUU ditentukan. Naskah akademik kemudian dipaparkan kepada publik, bersamaan dengan draf RUU," jelas Lucius.

Pembuatan naskah akademik, menurut dia, tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya sekitar 2 bulan. Apabila naskah akademik dibuka ke publik maka bisa menjadi bahan diskusi dan DPR akan dimudahkan dengan saran-saran yang masuk.

4 Undang-Undang

‎DPR memiliki target mengesahkan 37 rancangan Undang-Undang (RUU) pada 2015 ini. Namun, Formappi pesimis DPR dapat menyelesaikan target tersebut.

"Target 37 RUU itu terlalu besar, tampak bombastis, selama ini hanya 40 persen saja yang tercapai," kata peneliti Formappi Tommy Legowo.

Peneliti Formappi lainnya, Lucius Karus menilai DPR hanya mampu mengesahkan tambahan 2 Undang-Undang saja. Sebab, selama 6 bulan bekerja saja, DPR hanya mengesahkan 2 Undang-Undang.

"Dari 37 RUU paling hanya 4 yang akan jadi. Dari 6 bulan kerja baru baru dua UU yang disahkan dan itu hanya pelipur lara bahwa DPR bertanggung jawab untuk hasilkan UU. Keduanya hanya berupa revisi dari Pilkada dan Pemda," tegas Lucius.

Lucius juga menjelaskan DPR saat ini belum berhasil mengesahkan RUU yang dibahas dari nol. "Kalau kasarnya, belum ada satupun UU yang berasal dari titik nol. Dengan catatan seperti itu kita hanya optimis ada 2 UU lagi yang bisa dihasilkan," tambah dia.

Selasa 17 Februari lalu, DPR mengesahkan revisi UU Pilkada dan UU Pemda dalam rapat‎ Paripurna. Saat itu rapat dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon.

Formappi menilai kinerja DPR pada masa sidang III, 23 Maret sampai 24 April 2015, masih rendah. DPR belum mendongkrak kuantitas maupun kualitas kinerja di masa sidang III, bahkan bila ada pekerjaan yang cepat hanya untuk melayani diri sendiri.

Dalam masa sidang III, DPR masih diwarnai sengkarut pengkubuan politik antara Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih yang mempengaruhi pengambilan keputusan atau legislasi. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya