Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 15 perwakilan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dipersilakan bertemu muka dengan Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Pratikno di Istana Presiden. Mereka diizinkan masuk setelah berorasi sejak pukul 10.00 WIB tadi.
"Yang masuk (ke dalam istana) 15 perwakilan saja. Ini akan kita pertemukam dengan Mensesneg," kata Kapolsek Gambir AKBP Susatyo kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (27/5/2015).
Sementara itu, Susatyo menuturkan, ada 1.400 personel gabungan dari Polsek Gambir, Polres Jakarta Pusat serta Polda Metro Jaya yang diturunkan untuk menjaga situasi tetap kondusif.
"Ada 1.400 (personel pengamanan)," ujar dia.
Pantauan Liputan6.com, begitu 15 perwakilannya dipersilakan masuk, massa Apdesi yang mengenakan seragam menghentikan orasinya. Sebagian dari mereka menjalankan salat dzuhur dan sisanya berteduh di sekitar gerbang utara Monumen Nasional (Monas).
Pagi tadi, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat sebelumnya dipenuhi massa berseragam safari dengan titik konsentrasi di depan Istana Merdeka. Ratusan orang dari Apdesi itu menyampaikan orasi yang berisi 3 tuntutan kepada Presiden Jokowi.
Tuntutan pertama ialah percepatan revisi Peraturan Penerintah 43 Pasal 81 dan 100 terkait dengan kewenangan hak asal-usul, mengerucutnya pengelolaan tanah bengkok (tanah desa).
"Kami (Apdesi) menyampaikan tanah bengkok harusnya menjadi hak desa untuk mengelolanya tetapi kini hak warga desa mengerucut," kata Koordinator Lapangan 2 Jawa Tengah Widodo Sunu di depan Istana Merdeka.
Pria asal Kebumen itu juga menyerukan tuntutan keduanya, yaitu percepatan turunnya dana untuk membiayai keperluan desa.
"Ketiga, kami meminta Presiden Jokowi merealisasi pembangunan desa sesuai nawacitanya," tandas Widodo.
Widodo menuturkan massa Apdesi mulai berdatangan dari luar kota sejak pukul 02.00 WIB. Mereka bergerak dari titik kumpul Masjid Istiqlal pukul 09.30 WIB dan mengaku tidak akan meninggalkan Istana sampai aspirasi mereka didengar pihak dalam Istana.
Ditunggangi
Ketua DPP Apdesi, Sindawa Tarang buka suara mengenai demonstrasi yang mengatasnamakan kelompoknya di Istana Negara. Ia menjelaskan, pihaknya tidak bertanggung jawab atas aksi yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan kelompok mereka.
"Demonstrasi itu ditunggangi oleh oknum tertentu dan dipolitisir. Beberapa pengurus Apdesi yang datang, karena ada oknum yang menyebarkan email dan SMS atas nama saya," ujar Sindawa dalam keterangannya.
Menurut Sindawa, demo itu murni bukan perintah DPP Apdesi.
"Saya mendapatkan laporan dari penggurus Apdesi Jawa Barat yang membubarkan diri nggak jadi berangkat, dan dari Banten tadinya 30 bus, juga tidak jadi berangkat. Yang berangkat mungkin hanya dari Jatim (Jawa Timur) dan Jateng (Jawa Tengah) dan itu pun tidak banyak," ujar dia.
Sindawa menjelaskan, selama ini Apdesi sudah menjalin komunikasi baik dengan pihak kementerian terkait upaya revisi PP No.43 -- yang sering menjadi perdebatan khususnya mengenai tanah bengkok untuk kepala desa dan perangkatnya.
"Aspirasi ini sudah kami sampaikan kepada Bapak Menteri Desa Marwan Jafar, dan sudah diakomodir hal-hal itu. Akan tetapi ini kan butuh waktu untuk melakukan revisi, karena PP ini kan sebenarnya bukan produk dari Kementerian Desa, tapi produk dari Kementerian Dalam Negeri," papar dia.
Selama ini, imbuh Sindawa, DPP Apdesi telah beberapa kali menyampaikan aspirasi kepada pemerintah terkait PP No.43 dan pencairan dana desa sesuai dengan janji pemerintah.
"Sudah kami sampaikan aspirasi mengenai tanah bengkok yang masuk ke kas desa, karena selama ini ini masuknya di kepala desa dan perangkatnya. Kedua, mengenai pemerintah kabupaten yang belum membuat peraturan daerah tentang dana desa yang bersumber dari APBN, dan terakhir mengenai dana desa 1 miliar yang sampai saat ini belum tersampaikan," tutup Sindawa. (Ndy/Mut)