Liputan6.com, Jakarta - Ini yang digambarkan terjadi saat alam semesta dan segala isinya menemui ajalnya: semua makhluk bakal terperanjat panik saat sangkakala dibunyikan untuk pertama kalinya. Detik itu alam berguncang hebat, keteraturan dunia rusak. Tak ada satupun yang menyangka kiamat telah datang.
"Dan (ingatlah) hari (ketika) ditiup sangkakala, maka terkejutlah segala yang di Langit dan segala yang di Bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Dan mereka semua datang menghadap-Nya dengan merendahkan diri." (Alquran Surat An-Naml ayat 87).
Setelah bunyi yang pertama, maka sangkakala itu kembali ditiup. Bunyinya begitu dahsyat hingga menembus 7 lapisan langit. Ketika itu, semua yang bernyawa mati tanpa terkecuali.
Advertisement
Hingga terdengar bunyi terakhir yang membangkitkan mereka kembali dari kematiannya.
"Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)." (Alquran Surat Az-Zumar ayat 68).
Ketika orang-orang di sejumlah negeri di kawasan Eropa mengaku mendengar bunyi misterius dari langit -- yang suaranya lantang menakutkan, membuat bulu kuduk berdiri -- sebagian percaya, bunyi tersebut merupakan peringatan dari Tuhan.
Semua kekhawatiran ini bukannya tanpa sebab. Kehadiran sangkalala sebagai pertanda datangnya hari kiamat tertulis dalam kitab suci 2 agama, Alquran dan Injil.
Selanjutnya: 2 Kiamat...
2 Kiamat
2 Kiamat
Namun hingga detik ini belum ada teori yang benar-benar bisa menjelaskan misteri di balik fenomena suara aneh tersebut.
Sementara peramal kondang Suhu Naga mengeluarkan prediksinya. Dia meyakinkan, suara mirip sangkakala yang terdengar di Kanada, Ukraina, Amerika Serikat, Jerman, dan Belarus adalah benar bunyi sangkakala pertanda kiamat.
"Suara itu memang (terompet) sangkakala. Itu suara di mana pintu bencana terbuka," kata Suhu Naga kepada Liputan6.com pada 26 Mei 2015.
Menurut dia, tanda-tanda kiamat sudah jelas.
"Tanda-tandanya apa? Dimulai dari bencana di pusat keagamaan dunia, lalu hancurnya situs sejarah, pergerakan semacam organisasi agama yang lebih dahsyat, hujan yang tidak pada tempatnya, yang nggak pernah hujan salju, hujan salju," imbuh Suhu Naga.
Namun, kalangan lain, para tokoh agama percaya, the hum hanyalah gejala alam biasa. Tak ada kaitannya dengan pertanda kiamat.
"Menurut saya belum (bunyi sangkakala pertanda kiamat)," kata Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Marsudi Syuhud di Jakarta pada 31 Mei 2015.
Dia menjelaskan, kiamat dalam Islam terbagi menjadi dua, kiamat kecil atau sugra dan kiamat besar atau kubra. Kiamat kecil terjadi setiap detik pada setiap nyawa yang meninggal dunia. Sedangkan kiamat besar adalah akhir dari dunia.
"Pertanyaannya apakah itu tiupannya Malaikat Israfil yang bertugas meniup peringatan? Kalau kita beriman (percaya), tiupan pertama (sangkakala) itu sangat menghentak, sesuatu yang besar sekali terdengar di seluruh dunia," imbuh dia.
Meski begitu, dia menilai, momen ini dapat dijadikan pengingat tentang kepastian kiamat. Agar umat Islam kembali mengingat rukun iman, yang di antaranya termasuk soal iman kepada hari akhir.
"Minimal itu sebagai pertanda agar kita tahu akan terompet Israfil. Pertanda agar semua juga mengingat rukun iman terhadap mengimani."
Tak jauh berbeda, Sekretaris Komisi Hubungan Antar-Agama dan Kepercayaan Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Benny Susetyo menilai the hum sebagai fenomena alam biasa. Tak ada kaitannya dengan kiamat yang notabene urusan Tuhan.
"Yang bisa saya bicarakan bahwa ini tidak ada kaitan dengan kiamat. Kenapa? Karena kiamat tidak pernah kita tahu kapan waktunya," kata Romo Benny kepada Liputan6.com di Jakarta pada 29 Mei 2015.
"Itu benar-benar misteri yang hanya Tuhan yang tahu kapan waktunya," imbuh dia.
Selanjutnya: 7 Bunyi Sangkakala
Advertisement
7 Bunyi Sangkakala
7 Bunyi Sangkakala
Romo Benny menjelaskan, umat Kristiani percaya tentang kiamat. Hal ini tertulis dalam Injil Kitab Wahyu. Pada Wahyu 8: 6-21, tertera bahwa 7 malaikat akan meniup 7 sangkakala yang makin tinggi urutannya makin parah dampak kerusakannya.
Dalam kitab itu tertulis, saat sangkakala pertama dibunyikan, bakal terjadi hujan es dan api yang membakar hangus sepertiga bagian Bumi, pepohonan, dan rerumputan hijau. Dan ketika sangkakala kedua dibunyikan, gunung api atau meteor jatuh ke dalam laut. Sepertiga makhluk hidup dalam lautan bakal mati. Dan saat itu, sepertiga lautan menjadi darah.
Hingga tiba waktunya sangkakala ke-tiga dibunyikan. Dampaknya seperti yang kedua namun cakupannya lebih luas, merambah ke danau dan sungai.
"Lalu malaikat yang ketiga meniup Sangkakalanya dan jatuhlah dari langit sebuah bintang besar, menyala-nyala seperti obor, dan ia menimpa sepertiga dari sungai-sungai dan mata-mata air. Nama bintang itu ialah Apsintus. Dan sepertiga dari semua air menjadi apsintus, dan banyak orang mati karena air itu, sebab sudah menjadi pahit,” (Wahyu 8: 10-11).
Dan ketika sangkakala ke-empat berbunyi, Matahari dan Bulan menjadi gelap. Lalu tiba saatnya sangkakala ke-lima ditiup. Saat itu lubang jurang maut atau penjara bagi malaikat kegelapan dibuka. Roh-roh jahat yang bentuknya seperti belalang akan menyerang dan menyiksa umat manusia.
Lalu ditiuplah sangkakala ke-enam. Saat itu sepertiga umat manusia akan terbunuh (Wahyu 9:15-16).
Dan ketika tiba saatnya sangkakala ke-7 ditiup, 7 malaikat akan berkumpul. Saat itu rumah Tuhan di Surga bakal terbuka. Disusul kilat yang sambung-menyambung, suara guntur yang mengelegar, gempa bumi, dan hujan es yang lebat (Wahyu 11:19).
Karena itu Romo Benny mengingatkan, tanda-tanda kiamat tak cuma datang dari alam saja. Ada tanda-tanda lain. Karena itu tak semua gejala alam bisa dikaitkan sebagai pertanda kiamat.
"Tidak bisa dilihat dengan kacamata biasa bahwa terjadi sesuatu lantas dihubungkan sebagai tanda-tanda kiamat," ujar dia.
"Disikapi secara rasional saja. Ini gejala alam yang bisa dijelaskan, jangan dikaitkan dengan kiamat. Segala sesuatu tidak melulu berhubungan dengan hal-hal magis. Bisa dijelaskan para ahli-ahli."
Senada dengan Romo Benny, Raja Dangdut Rhoma Irama yang juga dikenal sebagai pendakwah enggan mengait-ngaitkan fenomena the hum dengan kiamat. Dia melihat, peristiwa itu sebagai hal yang gaib, belum kelihatan.
"Kalau sangkakala itu masalah ghoibiyah. Dan untuk masalah gaib, satu kalimat dari saya. La ya'lamul ghoiba illallah. Tidak ada yang tahu masalah gaib kecuali Allah. Itu saya kalau menurut pandangan saya. Jadi hanya Allah yang tahu," ujar Rhoma usai bertemu dengan komunitas Budha dari Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) di Jakarta Pusat pada 27 Mei 2015.
Selanjutnya: Masih Jutaan Tahun Lagi?
Masih Jutaan Tahun Lagi?
Masih Jutaan Tahun Lagi?
Umat Buddha percaya, kiamat tak akan terjadi dalam waktu dekat. Dalam agama Buddha memang tidak dijelaskan secara spesifik bagaimana tanda-tanda atau kondisi yang akan dihadapi manusia saat akhir zaman nanti. Namun yang pasti, Bumi memiliki masanya.
Dan baru akan menemui akhir zaman ketika Bumi memasuki fase pemusnahan. Itupun baru terjadi ketika telah melalui fase perusakan alam semesta oleh manusia.
Seperti diungkapkan Ketua bidang Kerukunan Umat Perwakilan Umat Budha Indonesia (Walubi) Suhadi Sandjaja.
"Sekarang ini dalam masa perusakan, dan masih sampai jutaan tahun lagi. Masih tenanglah. Budis menjelaskan seperti itu. Tentu tidak lepas dari kewajaran segala sesuatu, tidak ada yang ditakhayulkan gitu," kata Suhadi kepada Liputan6.com di Jakarta pada 30 Mei 2015.
Meskipun begitu, dia mengatakan, saat ini Bumi memasuki fase kerusakan. Ini merupakan salah satu pertanda jika akhir zaman kian dekat.
"Bumi kita ini ada umurnya. Kan mula-mula muncul lalu tumbuh artinya berkembang. Nah satu waktu masuk dalam masa perusakan. Nah sekarang ini masuk masa perusakan," ujar dia.
"Seperti sekarang ini mulai ada kerusakan yang diakibatkan oleh tangan manusia sendiri, penduduknya semakin banyak, di India itu sudah 1.800 yang meninggal karena kepanasan. Jadi tidak hanya dingin saja bisa mati, tapi kepanasan. Semakin berkurang ozon, oksigen, itu tanda yang lama-lama akan berkurang. Faktor penunjang kehidupan ini perlahan-lahan akan habis rusak," imbuh Suhadi.
Namun yang pasti, Suhadi percaya, the hum yang terjadi di Eropa adalah fenomena alam biasa.Wajar.
"Kalau soal suara itu saya nggak tahu itu suara apa, apakah suara gema dari alam yang pasti itu fenomena alam, kalaupun itu memang ada. Jadi tidak ada yang keluar dari prinsip kewajaran alam semesta," tutur dia.
"Tidak ada yang perlu diresahkan. Dulu ada ramalan tahun 2012 kiamat. Sudah lewat kan kita tenang-tenang saja," imbuh Suhadi.
Dalam agama Buddha, sambung Suhadi, konsep hidup adalah hari ini, bukan kemarin atau besok. Sehingga, lanjut dia, umat Buddha harus menjadikan kehidupan hari ini benar-benar memberi arti bagi orang lain.
"Karena kita ini alam semesta kecil, kita dengan alam semesta besar ini ada hubungan. Dengan tanda-tanda ini kita diingatkan kita harus memperbaiki diri, harus melakukan peningkatan kualitas kejiwaan kita, menjaga perasaan hati, tidak marah, iri hati dengki, terutama menjaga kerukunan. Itu semua berpengaruh," pungkas Suhadi.
Senada dengan Suhadi, anggota Dewan Syuro Partai Keadilan Sejehtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengimbau umat Islam untuk mengambil hikmah dari fenomena the hum. Menurut dia ini adalah momen yang tepat sebagai pengingat untuk memperbaiki diri.
"Apakah sangkakala itu tanda kiamat atau tidak itu yang paling penting adalah umat segera melaksanakan ajaran agama, membawa kepada hadirnya agama yang solutif bukan agama yang hanya menakut-nakuti, agama yang hanya menghadirkan pecah belah," ucap Hidayat.
Dia meyakinkan, agama adalah solusi dari semua permasalahan yang tengah mendera dunia.
"Kalau nilai agama dipegang itu artinya adalah solusi dari berbagai tragedi yang sudah mengglobal," ujar dia.
"Seperti global warming, terjadinya darurat pornografi, prostitusi, korupsi, kemudian narkoba. Itu kan karena agama yang diabaikan," pungkas Hidayat. (Ndy/Ein)
Advertisement