Liputan6.com, Jakarta - Rombongan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakilnya Fadli Zon hadir dalam acara konferensi pers bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Kehadiran mereka pun dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR karena diduga melanggar kode etik dewan.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia Ray Rangkuti meminta agar MKD bergerak cepat mengenai kasus tersebut. Ray melihat, MKD harus melakukan 5 pekerjaan rumah (PR) terkait peristiwa ini.
"Pertama, LIMA Indonesia meminta agar MKD segera memanggil dua pimpinan DPR yang berada di tengah kegiatan konpres Donald Trump sebagai bagian dari aktivitasnya menuju calon presiden Amerika Serikat," ucap Ray dalam pesan singkatnya, Senin (7/9/2015).
Kedua, lanjut Ray, MKD harus menanyakan apa motif, janji, dan tujuan kehadiran pimpinan DPR dalam kegiatan itu serta menguji penjelasan keterjebakan seperti yang diungkapkan oleh Fadli Zon. Ketiga, MKD tidak boleh berdiam diri, sebab kegiatan itu jelas-jelas sudah melukai perasaan rakyat Indonesia. Munculnya kehebohan atas kegiatan di tengah masyarakat Indonesia menunjukan kegeraman rakyat Indonesia.
"Setya Novanto dan Fadli Zon boleh menganggap hal itu sebagai hal remeh temeh, tapi kenyataannya tidak bagi rakyat Indonesia. Tentu saja, pandangan, dan perasaan rakyatlah yang harus didengarkan MKD," kata dia.
Selanjutnya
Keempat, lanjut Ray, MKD juga perlu menanyakan Fadli Zon atas suratnya yang berkesan tidak patut pada Imam Masjid di New York, Shamsi Ali yang merupakan warga negara Indonesia. Imam Ali adalah salah satu WNI yang telah berhasil mengharumkan Indonesia di Amerika Serikat.
"Penghormatan warga Amerika umumnya dan khususnya umat Islam terhadap beliau, jelas merupakan kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Maka sangat disayangkan bila ada elit Indonesia justru mempertanyakan status keimamannya. Seperti warga negara yang lain, Imam Ali juga punya hak mengkritisi segenap perilaku elit Indonesia.
Kelima, lanjut Ray, karena hal ini menyangkut kewibawaan bangsa, maka bila MKD menyatakan dapat menerima laporan ini, MKD hendaknya dapat membuat terobosan agar pelaksanakan sidang etik nantinya dilakukan secara terbuka. Rakyat Indonesia tentu ingin melihat langsung apa dan bagaimana proses itu berlangsung.
"Termasuk mendengar argumen dan pertanyaan-pertanyaan yang diungkapkan," kata Ray.
Rombongan petinggi DPR bertemu dengan bakal calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump pada Kamis 3 September 2015. Dalam rombongan itu terdiri atas Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin, Wakil Ketua Komisi VII Satya Yudha, dan utusan Presiden Eddy Pratomo.
Tujuan utama rombongan itu adalah hadir dalam Sidang The 4th World Conference of Speakers Inter Parlamentary Union di New York, AS pada 31 Agustus hingga 2 September 2015.
Fadli Zon menyampaikan, pertemuan yang berlangsung pukul 13.00 siang waktu setempat, di Trump Plaza lantai 26, Amerika Serikat itu bersifat informal. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu menyampaikan, pertemuan berlangsung 30 menit. Setelah itu, rombongan DPR diajak menyaksikan konferensi pers yang dilakukan Trump di hadapan para pendukungnya.
Dalam konferensi pers tersebut, Fadli Zon juga sempat menjawab pertanyaan dari wartawan AS, terkait maksud kedatangan rombongan DPR RI. Ia pun menjelaskan maksud kedatangan rombongan anggota Wakil Rakyat Indonesia itu tidak ada hubungan dengan pemilu yang akan berlangsung di Negeri Paman Sam. (Osc/Mut)
Advertisement