Kapolda Metro: Ekonomi Melamban, Stakeholder Rapatkan Barisan

Tito menyimpulkan hasil diskusi ini adalah situasi ekonomi yang dialami Indonesia saat ini hanya sebatas turbulensi ekonomi.

oleh Audrey Santoso diperbarui 18 Sep 2015, 08:10 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2015, 08:10 WIB
20150913-Kapolda Tito Karnavian-Jakarta
Kapolda Metro Jaya, Inspektur Jenderal Tito Karnavian saat launching Segway di Car Free Day, Bundaran HI, Jakarta, Minggu (13/9/2015). (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian mengatakan TNI-Polri beserta pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta harus merapatkan barisan menghadapi situasi ekonomi yang terus merosot saat ini. Sebab, situasi ini otomatis memengaruhi aspek keamanan dan sosial.

Karena itu para prajurit TNI-Polri usai apel Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FKPD) menggelar kegiataan kebersamaan dengan bernyanyi bersama. Sementara para perwira menengah dan tinggi berdiskusi, yang dihadiri pembicara dari pakar ekonomi, sosial, dan asisten 1 pimpinan Pemda DKI Jakarta.

"Kita harus mengadapi situasi ekonomi yang melamban saat ini dengan merapatkan barisan," terang Tito usai dikusi FKPD di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Kamis 17 September 2015.

"Prajurit-prajurit usai apel tadi, melakukan kegiatan rekreasi dan untuk perwira-perwiranya kita berkumpul untuk menyamakan persepsi dan diskusi mengenai apa yang dampak melambatnya ekonomi terhadap aspek sosial dan keamanan," sambung dia.

Tito mengatakan, kesimpulan hasil diskusi ini adalah situasi ekonomi yang dialami Indonesia saat ini hanya sebatas turbulensi ekonomi. Turbulensi ini wajar terjadi dan tidak mengkhawatirkan, karena belum masuk kategori krisis moneter seperti 1998.

"Melambatnya ekonomi Hari ini hanya turbulensi dalam dinamika pertumbuhan pembangunan ekonomi. Jadi ini bukan merupakan krisis yang luar biasa. Jadi ini hanya merupakan perlambatan ekonomi yang wajar terjadi beberapa tahun sekali dan sangat dipengaruhi dengan faktor eksternal ditambah faktor internal," jelas dia.

Hasil analisa Didik Junaidi Rachbini, kata Tito, jumlah uang yang dimiliki Pemerintah RI masih termasuk dalam kategori lebih, didukung kondisi yang kondusif. Sehingga cukup modal untuk memperbaiki kondisi ekonomi dalam negeri.

"Menurut pengamat tadi dapat diatasi sebetulnya, uang pemerintah cukup banyak dan situasinya cenderung kondusif sebetulnya," kata dia.

Social Security

Dalam situasi ini, ujar Tito, kalangan yang langsung merasakan dampak kondisi sekarang ini adalah masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah yang tinggal di kota-kota besar.

"Memang dampak langsung yang dirasakan jika ekonomi masih belum recover naik terus, adalah kelompok-kelompok kelas bawah. Tertuama buruh dan rakyat lain yang istilahnya yafis, rakyat miskin di perkotaan," kata dia.

Karena itu, Tito berpendapat, para pemangku kepentingan harus mengambil langkah-langkah proaktif untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat guna menciptakan social security. Langkah-langkah ini meliputi dukungan pangan, kesehatan, dan kebutuhan mendasar yang nantinya memperkuat ketahanan sosial.

"Selama social security dapat diatasi, kelas menengah ke atas didorong agar mampu untuk beraktifitas ekonomi. Dan kelas menengah bawah ini diberikan kekuatan untuk social security, sehingga muncul ketahanan sosial. Social security itu mencakup masalah dukungan kesehatan, pangan, dan dukungan di bidang lain, yang mendasar di tengah masalah ekonomi ini," papar dia.

Tito berharap dengan pendekatan social security yang diambil pemangku kepentingan, kondusivitas di Tanah Air, khususnya Ibukota Jakarta yang menjadi barometer bagi daerah-daerah lain dapat terjaga.

"Mudah-mudahan dengan langkah-langkah seperti itu, tidak akan berdampak pada masalah keamanan," tandas Tito.

Jauh dari Krisis '98

Tito mengatakan, berdasarkan analisa Didik, kondisi Indonesia masih jauh dari terpaan krisis moneter. Banyak variabel pembanding situasi 1998 dan saat ini, misalnya sinergitas antar-masyarakat, TNI, dan Polri kala itu tidak berjalan.

Selain itu, kata Tito, pertumbuhan ekonomi 1998 juga mengalami minus 13 persen. Sementara saat ini sinergitas masyarakat, TNI-Polri berjalan, serta pertumbuhan ekonomi Indonesia masih 4% lebih.

"Kalau dari analisa tadi, krisis seperti '98 jauh dari saat ini. Dulu sinergitas antar-masyarakat saat itu kurang bagus. TNI-Polri juga belum kompak. Lalu pertumbuhan ekonomi kita tidak minus seperti saat itu. Saat itu minus 13%. Menurut pengamat, saat ini masih plus 4% lebih. Hanya menurun saja pertumbuhannya," papar dia.

Sehingga, Tito menyimpulkan, dampak melambatnya pertumbuhan ekonomi saat ini tidak akan semasif 1998. Justru inilah saat yang tepat bagi Pemerintah RI untuk menunjukkan kemampuan memperbaiki kondisi ekonomi kepada masyarakat.

"Jadi memang ada dampaknya tapi tidak masif seperti '98. Ini hanya turbulensi seperti 2008, sehingga sebenernya ini peluang bagi Pemerintah untuk melakukan recovery kemampuan Pemerintah untuk memperbaiki perekonomian negara," pungkas Tito. (Rmn)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya