Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapat kiriman berupa peti mati dari seorang warga Solo, Jawa Tengah. Peti mati itu dikirim sebagai simbol persiapan kematian bagi lembaga antikorupsi tersebut jika Revisi Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disahkan oleh DPR.
Menurut si pengirim, Bambang Saptono, peti mati itu dibelinya dari sebuah toko peti mati yang ada di dekat tempat tinggalnya dengan harga Rp 500 ribu. Ia juga yang membungkus kain putih serta menuliskan 'Revisi Undang-Undang KPK' dan 'Pembunuhan KPK' di atas peti tersebut.
Baca Juga
"Itu murah harganya, cuma setengah juta. Itu peti mati beneran, saya sendiri yang beli ke toko itu kemudian memberikan poster-poster itu," ujar Bambang Saptono saat dihubungi, Jakarta, Selasa (20/10/2015).
Advertisement
"Saya mengirim peti mati ke KPK itu sebagai simbol kematian bagi KPK karena sekarang ini dengan semangatnya DPR RI untuk merevisi UU KPK," kata dia.
Ia berharap, revisi UU KPK ini tidak hanya ditunda oleh pemerintah, melainkan harus dibatalkan demi menjaga semangat pemberantasan korupsi.
"Saya tidak mau itu ditunda. Harus ditolak, ditiadakan, tidak ada revisi. Kami meminta kepada Presiden agar revisi UU KPK dibatalkan," kata pria yang berprofesi sebagai seniman di Solo tersebut.
Ini bukan kali pertama Bambang Saptono mengirim peti mati ke sebuah lembaga negara. Ia juga pernah mengirim peti mati ke Mahkamah Konstitusi (MK) serta Kantor Kedutaan Besar Australia terkait eksekusi mati terpidana mati kasus narkoba Myuran Syukumaran dan Andrew Chan.
"Tetapi oleh Kedutaan Australia dikembalikan ke Solo kemudian sampai di Solo 2 peti mati itu saya bakar. Kalau MK tidak dikembalikan," ujar dia.
Hobinya mengirim peti mati ini terang Bambang karena di Indonesia kritik yang disampaikan secara halus sudah tidak mungkin didengar oleh pejabat terkait.
"Sehingga memang harus dengan kritik yang lebih sarkasme ya. Bayangkan koruptor di Indonesia semakin banyak. DPR saja membela koruptor seperti itu dengan merevisi UU KPK. Indonesia ini mau diapakan kalau seperti ini? Mereka dikirik secara sarkasme, secara kasar saja masih ndablek," kata Bambang. (Nil/Mut)