Liputan6.com, Jakarta - Pengacara senior Otto Cornelis Kaligis tidak terima disebut sebagai pihak yang berinisiatif memberikan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Maksud pemberian uang yang diberikan kepada hakim dan panitera menurut OC Kaligis, tidak ada kaitannya dengan perkara Gubernur Sumatera Utara yang saat itu ia tangani.
Pengacara 74 tahun ini juga menilai, tuntutan hukuman penjara selama 10 tahun yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK, jauh dari rasa keadilan. Bahkan, ia menyebut tuntutan ini merupakan upaya jaksa yang ingin melihatnya meninggal dunia di dalam penjara.
"Tuntutan ini sama seperti hukuman mati kepada saya. Mereka mau saya mati di tahanan," ujar OC Kaligis saat membacakan nota pembelaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Dalam nota pembelaan yang disusunnya sebanyak 54 halaman ini, OC Kaligis juga meminta majelis hakim yang mengadili perkaranya dapat melihat secara subjektif fakta persidangan yang ada.
Salah satunya adalah terkait pemberian uang kepada Hakim PTUN Medan. Menurut OC Kaligis, 3 orang Hakim PTUN yakni Tripeni lrianto Putro, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi tidak pernah menerima uang darinya. Melainkan dari anak buahnya yang bernama M Yagari Bhastara Guntur alias Gary dan bukan atas perintahnya.
Baca Juga
Baca Juga
"Untuk itu, kami meminta kepada Majelis Hakim untuk menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, sesuai dakwaan jaksa," pungkas OC Kaligis.
Pada perkara ini, Jaksa KPK telah menuntut OC Kaligis pidana penjara selama 10 tahun serta denda Rp 500 juta subsidair 4 bulan kurungan.
Mantan Ketua Mahkamah Partai Nasdem ini dinilai telah terbukti memberikan uang kepada Ketua Hakim PTUN Medan Tripeni lrianto Putro sebesar SG$ 5 ribu dan US$ 15 ribu. Kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku Hakim PTUN, masing-masing sebesar US$ 5 ribu serta Syamsir Yusfran selaku Panitera PTUN sebesar US$ 2 ribu.
Uang ini diberikan untuk mempengaruhi putusan atas permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. (Nil/Sun)
Advertisement