Liputan6.com, Jakarta - Sebuah pabrik tahu berformalin di Jalan Raya Hankam Gang Sunter RT 007 RW 005, Kelurahan Jati Murni, Kecamatan Pondok Melati Bekasi, Jawa Barat, digerebek Polda Metro Jaya. Pemilik pabrik tahu beracun itu, Siti Maidah (30), bersama 6 orang karyawannya digelandang ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Kami melakukan pengungkapan kasus produksi pangan dengan bahan tambahan pangan yang tidak sesuai dengan ketentuan di daerah Bekasi, Jawa Barat. Pengungkapan ini merupakan hasil penyelidikan dan informasi warga sekitar," ujar Kasubdit Industri dan Perdagangan (Indag) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya AKBP Agung Marliyanto di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Dalam operasi yang digelar Rabu, 2 Desember 2015, polisi didampingi 2 petugas Balai Pengawasan Obat dan Makanan (POM) memeriksa sampel tahu menggunakan test kit. Hasilnya, tahu yang diproduksi Usaha Dagang (UD) NJM itu terbukti mengandung formalin.
Baca Jug
"Kami didampingi 2 petugas dari Balai POM melakukan tes terhadap tahu karena menurut masyarakat sering tercium bau menyengat dari dalam pabrik tersangka. Hasilnya, kami dapati tahu-tahu ini mengandung formalin yang jelas berbahaya bagi kesehatan," Agung menjelaskan.
Dipimpin Kanit II Subdit Indag Ditreskrimsus Polda Metro Jaya Kompol Wahyu Nugroho, polisi menyita seluruh peralatan untuk memproduksi tahu beserta tahu yang sudah siap dipasarkan. Kepada petugas, Siti mengaku pabriknya mampu memproduksi 30 kilogram tahu putih setiap hari sejak 4 tahun lalu.
"Dia mengaku mampu memproduksi tahu 30 kilogram per hari dari 2011 dibantu 30 karyawan. Kami membawa 6 karyawannya. Tiga orang untuk dimintai keterangan dan 3 sebagai saksi," ujar Agung.
Agung mengatakan tersangka mengedarkan tahu beracun itu ke pasar-pasar tradisional di daerah Bekasi, Jakarta Selatan, dan Tangerang Selatan. Omzet yang didapat dari bisnis pabrik rumahan itu mencapai Rp 30 juta per bulan.
"Tahu ini dipasarkan ke 4 pasar tradisional. Yang sudah pasti Pasar Kranji, Pasar Cikarang, Pasar Jumat, dan Pasar Cipulir. Omzetnya rata-rata per bulan Rp 30 juta," kata Agung.
Atas perbuatannya, Siti terancam Pasal 136 huruf b juncto Pasal 75 ayat 1 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp 10 miliar.**