Pengamat: Amarah Jokowi Sinyal untuk Polri-Kejaksaan

Letupan amarah Presiden Jokowi ini harusnya menjadi sinyal bagi Polri dan Kejaksaan untuk mengusut kasus tersebut.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 08 Des 2015, 20:33 WIB
Diterbitkan 08 Des 2015, 20:33 WIB
Jelang Dilantik, Jokowi Rapat Dengan Ketua MPR, DPR dan DPD
Presiden Joko Widodo dan Setya Novanto (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meluapkan amarahnya terhadap perkembangan kasus pencatutan namanya yang diduga melibatkan Ketua DPR Setya Novanto, Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha M Riza Chalid.

Dengan raut wajah serius, Jokowi meminta agar tidak ada pihak mana pun yang mempermainkan lembaga negara untuk kepentingan pribadi.

Pengamat politik Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded), Arif Susanto mengatakan letupan amarah Presiden Jokowi ini harusnya menjadi sinyal bagi Polri dan Kejaksaan untuk mengusut kasus tersebut.

"Harusnya itu bisa menjadi sinyal. Tapi Pak Jokowi harus membuat clear pesannya. Jadi jangan cukup isyarat. Dia harus menjalankan peran agenda besar pemerintahan ini untuk memberantas korupsi. Kalau perlu, Jokowi bisa membawa laporan ke kepolisian soal pencatutan nama," ujar Arif di Jakarta, Selasa (8/12/2015).

Bukan hanya itu, hal ini menjadi momentum bagi KPK untuk bergerak sebelum kepemimpinan beralih.

"KPK harusnya bisa mendorong mengungkapkan korupsi minerba. Wacana ini sempat dijanjikan oleh Abraham Samad sebelum dinonaktifkan. KPK sekarang tinggal sedikit waktunya. Harusnya dalam masa sebentar ini, harus membuat catatan manis," ungkap Arif.

Kejaksaan Agung, juga patut memperjelas masalah rekaman Maroef. Pasalnya, ini masih abu-abu.

"Jaksa Agung harus memperjelas. Rekaman itu untuk kasus apa? Ini untuk pencemaran nama baik atau perekaman yang disebut ilegal? Soal adanya mufakat kejahatan itu kan baru potensi, karena itu harus jelas, siapa yang disasar," pungkas Arif.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya