Kabareskrim: Pemakai Narkoba Tak Rehab Hasilkan Generasi Linglung

Berdasarkan data, jumlah penyalahguna narkotika di Indonesia saat ini sudah 4 juta orang lebih.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 12 Jan 2016, 15:24 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2016, 15:24 WIB
Anang Iskandar
Kabareskrim Polri Komjen Anang Iskandar (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Anang Iskandar menyatakan bahaya narkoba di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Bahkan, sudah memasuki level darurat.

Berdasarkan data, jumlah penyalahguna narkotika di Indonesia saat ini sudah 4 juta orang lebih. Angka ini, kata Anang, bisa meningkat bila penanganan dilakukan sembarangan.

Anang menyatakan, Indonesia seharusnya bisa berkaca pada Amerika Serikat yang pernah menerapkan hukuman penjara bagi para penyalahguna narkotika. Alhasil menurut dia, negara adidaya itu malah menghasilkan generasi linglung.

"Sekarang juga kita menuju ke sana, kalau kita tidak stop, kita juga akan mengalami. Indonesia akan menghasilkan generasi flamboyan dan generasi linglung ini," kata Anang dalam wawancara khusus dengan tim redaksi Liputan6.com di kantornya, Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Selasa (12/1/2016).

Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang diterbitkan pemerintah, terang Anang, diatur dengan tegas tentang rehabilitasi bagi penyalahguna narkotika.

Ada 3 institusi yang berperan dan wajib merehabilitasi para penyalahguna. Diantaranya Kementerian Kesehatan yang merehab masalah medis si penyalahguna, Kementerian Sosial yang fokus menangani rehabilitasi sosialnya dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Jadi pencandu hukumnya wajib direhabilitasi. Diundang-undang diamanatkan seperti itu," kata Anang.

Meski tak lagi menjabat sebagai Kepala BNN, Anang menganggap upaya pemberantasan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika penting dilakukan. Karenanya dukungan dari institusinya mulai ia telurkan untuk membantu dan menopang kinerja dari BNN memerangi narkotika.

Upaya yang kini ia lakukan adalah dengan mewajibkan para penyidiknya untuk memilah-milah mana penyalahguna dan pengedar dalam menangani perkara narkotika.

"Penyidik polri kita wajibkan memilah-milah mana penyalahguna dan pengedar. Karena kan penangannya berbeda. Penyalahguna itu muaranya ke rehabilitasi, tapi kalau mereka pengedar muaranya ke penjara," lanjut Anang.

Khusus bagi para pengedar, Anang secara tegas menginginkan hukuman berat dengan menerapkan Pasal tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Sehingga harta dari para pengedar dan bandar dapat disita. Bandar narkoba pun dibuat miskin.

"Bahkan harus dimiskinkan. Untuk itu memang terus saya perjuangkan," kata Anang.

Anang sebelumnya telah menandatangani Telegram Rahasia (TR) Kapolri bernomor 865/X/2015 tertanggal 26 Oktober 2015 lalu tentang pembentukan Tim Asesmen Terpadu (TAT) sebagai langkah menangani para penyalahguna narkotika.

TAT, sambung Anang, dibentuk mulai dari tingkat Polda hingga Polres di setiap Provinsi. Selain itu, TAT juga terdiri dari tim dokter dan tim hukum. Ketua TAT adalah Direktur Reserse Narkoba untuk tingkat Polda dan Kasat Narkoba di Polres.

Tim dokter beranggotakan dua orang yang berasal dari Polri atau PNS Polri yang sudah dilatih sebagai assesor dan tersertifikasi oleh Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri serta memiliki kemampua medis dan kejiwaan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya