Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dijadwalkan memutus sidang gugatan praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Rabu (30/3/2016).
Putusan tersebut nantinya menjadi pijakan dilanjutkan tidaknya proses hukum kasus yang saat ini tengah bergulir di KPK.
Praperadilan dilayangkan LSM Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI)‎, Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), dan beberapa warga DKI.‎ Mereka menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengusut kasus dugaan korupsi itu.
"Sidang putusannya digelar hari ini di PN Jakarta Selatan. Di ruang berapa kita belum tahu," ujar Koordinator MAKI, Boyamin Saiman saat dikonfirmasi, Jakarta.
Baca Juga
Sidang gugatan praperadilan kasus RS Sumber Waras ini telah dilaksanakan sejak sepekan lalu. Sidang dipimpin langsung hakim tunggal Tursina Aftianti.
‎Para penggugat meminta agar KPK secepatnya meningkatkan status hukum kasus Sumber Waras dari penyelidikan ke penyidikan. KPK juga diminta segera menetapkan tersangka. Terlebih sudah ada bukti yang cukup untuk menjerat seseorang sebagai tersangka.
Bukti itu, kata Boyamin, berasal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menunjukkan negara mengalami kerugian mencapai Rp 191 miliar.
Perjalanan Praperadilan
Saat sidang pekan lalu, MAKI telah membeberkan 44 dokumen sebagai bukti bahwa perkara Sumber Waras dapat segera ditingkatkan statusnya menjadi penyidikan oleh KPK. Untuk mendukung tuntutannya, para penggugat juga telah mendatangkan beberapa ahli ke hadapan persidangan.
Sementara itu, KPK diketahui hanya memberikan sejumlah bukti tertulis kepada hakim tanpa diiringi dengan kehadiran saksi termohon selama sidang praperadilan berlangsung.
Menurut salah satu tim kuasa hukum dari KPK Mia Siregar, perkara Sumber Waras bukan merupakan objek praperadilan. Karena itu, mereka menganggap tak perlu ada kehadiran para saksi ahli.
"Karena perkara masih dalam proses penyelidikan, dan dalam pasal 77 KUHAP penyelidikan bukan merupakan obyek praperadilan. Jadi sejauh ini kami belum merasa perlu untuk mengajukan ahli," ucap Mia di PN Jakarta Selatan, Kamis 24 Maret 2016.
Bukti tertulis yang sudah diberikan KPK adalah Surat Perintah Penyelidikan KPK tertanggal September 2015 dan ditandatangani oleh Taufiequrachman Ruki selaku Ketua KPK pada saat itu. Kemudian buku Yahya Harahap, dan 7 putusan perkara MAKI yang ditolak oleh pengadilan dan 4 di antaranya seputar penghentian penyidikan secara materil.