Pimpinan KPK Enggan Beberkan Penyelidikan Kasus RS Sumber Waras

KPK membantah telah mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) dalam kasus RS Sumber Waras.

oleh Oscar Ferri diperbarui 18 Mar 2016, 20:59 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2016, 20:59 WIB
20151013-Gedung-Baru-KPK
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai kini masih menyelidiki dugaan korupsi pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Namun, perkembangannya, KPK masih enggan membeberkan sudah sejauh mana penangannya.

Seusai pertemuan dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Yuddy Chrisnandi, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata ‎enggan berkomentar jauh terkait penyelidikan RS Sumber Waras.

"Wah, ini kita nggak bicara masalah Sumber Waras," ucap Alex di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/3/2016).

Hal sama sebelumnya dikatakan Wakil Ketua KP La Ode Syarif. Menurut dia, dugaan korupsi pembelian lahan RS Sumber Waras masih dalam tahap penyelidikan. Dia membantah adanya kabar yang menyebutkan, kalau KPK sudah mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) dalam kasus ini.

"Kasus masih dalam tahap penyelidikan," kata La Ode, Kamis 17 Maret 2016.

Dalam mengungkap tindak pidana korupsi dalam pembelian tanah RS Sumber Waras, penyelidik KPK telah memeriksa setidaknya 33 orang. Berdasarkan informasi, Ketua Yayasan RS Sumber Waras, Kartini Mulyadi pun sudah dimintai keterangan.

Pembelian lahan RS Sumber Waras saat ini tengah diusut oleh KPK. Pimpinan KPK Agus Rahardjo cs menduga ada indikasi korupsi dalam pembelian lahan RS Sumber Waras tersebut.

Dugaan lembaga antirasuah pun sejalan dengan hasil audit investigasi dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) khusus pengadaan lahan milik Yayasan Kesehatan Sumber Waras itu.

Dalam auditnya BPK menemukan adanya 6 penyimpangan, mulai dari pembentukan harga hingga penyerahan hasil. Termasuk soal indikasi kerugian negara sebesar Rp 191 miliar dalam pembelian lahan rumah sakit tersebut.

DPRD DKI pun menilai janggal pembelian lahan ini. Wakil Ketua DPRD DKI Abraham Lunggana menegaskan pembelian lahan ini awalnya tidak tercantum dalam KUA-PPAS. Mereka mencurigai, pengadaan tersebut sengaja 'diselipkan' tanpa sepengetahuan DPRD.

Hal itu pun diperkuat dengan sikap Kementerian Dalam Negeri. Itu dibuktikan dengan adanya surat dari Direktur Jenderal Keuangan Kemendagri pada 24 Desember 2014 yang ditujukan kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Dalam surat tersebut Dirjen Keuangan Kemendagri meminta Ahok mengevaluasi perihal kode rekening 1.02.001.03.613.5.2.3.01 untuk Belanja Modal Pengadaan Tanah.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya