Jeda Drama Reklamasi Jakarta

Drama mereda sementara, tapi reklamasi tidak pernah dilarang.

oleh Ahmad Romadoni TaufiqurrohmanFiki AriyantiDelvira Hutabarat diperbarui 19 Apr 2016, 00:02 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2016, 00:02 WIB
Segmen 2: Sengketa Reklamasi Teluk hingga Samadikun Ditangka
Babak baru silang sengketa terkait reklamasi teluk Jakarta. Sementara itu, buronan kasus korupsi BLBI, Samadikun Hartono, yang ditangkap.

Liputan6.com, Jakarta - Gaduh dan panas. Dua kata yang menggambarkan perdebatan seputar reklamasi Jakarta dalam tiga pekan terakhir. Suara penolakan mendominasi, tetapi suara bertahan juga kencang terdengar.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) berkeras proyek itu harus terus berlanjut. Ia bahkan menuding masalah tersebut tidak lagi murni sebagai masalah hukum. Ia menilai isu reklamasi merupakan upaya politisasi untuk menyerangnya yang hendak maju Pilkada DKI Jakarta 2017.

Menurut Ahok, tidak ada yang salah dengan reklamasi. Yang salah adalah mereka yang meminta uang kepada pengusaha untuk tujuan tertentu. Ia juga mengklaim banyak keuntungan yang didapat Jakarta pada reklamasi ini.

"Kita untung kok reklamasi, semua pulau hasil reklamasi jadi punya DKI, 45% fasum fasos punya DKI, 5% regroos pulau yang dijual punya DKI, setiap tanah yang dijual 15% NJOP-nya punya DKI, salah dimana?" tanya Ahok, Minggu, 17 April 2016.

Namun, niat Ahok untuk meneruskan megaproyek berbiaya triliunan rupiah itu harus terhenti sementara. Komisi IV DPR bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepakat menghentikan proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Ketua Komisi IV DPR Edhy Prabowo menyebut keputusan penghentian itu termasuk di pantai wilayah Bekasi dan Tangerang. Alasan yang dikemukakan adalah masih terdapatnya komplikasi regulasi antara Pemerintah Provinsi DKI dan pemda setempat.

Dalam rapat yang berlangsung pada Senin, 18 April 2016 sore itu, Komisi IV DPR juga meminta KLHK untuk mengawasi, investigasi dan mengenakan sanksi terhadap pelanggaran izin dan pembangunan reklamasi.

Ki-ka: Siti Nurbaya, Rizal Ramli dan Ahok jelang konferensi pers hasil rapat Reklamasi Teluk Jakarta, Senin (18/4). Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta sepakat untuk menghentikan sementara proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Hal itu sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menanggapi keputusan itu dengan akan melaporkan hasil rapat kepada Menko Maritim Sumber Daya Rizal Ramli. Ia menegaskan pihaknya akan mengusut setiap potensi pelanggaran hukum dalam proses pembangunan atau perizinan reklamasi Teluk Jakarta, termasuk indikasi kerusakan lingkungan.

"Apabila menimbulkan keresahan sosial masyarakat, kami para petugas fungsional sudah melakukan identifikasi awal, dan indikasi kelemahan pemenuhan persyaratan ada. Nanti kita berikan semacam sanksi administrasi," ujar Siti.

Keputusan itu semakin menguatkan kesepakatan untuk menghentikan sementara reklamasi pantai utara Jakarta. Sebelumnya, Komisi IV DPR bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan sepakat untuk menghentikan reklamasi dalam rapat kerja di Gedung DPR, Rabu 13 April 2016.

"Komisi IV DPR RI bersepakat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses pembangunan proyek reklamasi pantai Teluk Jakarta, dan meminta untuk berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sampai memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron.

Pada 2015 lalu, Komisi IV DPR juga merekomendasikan agar pembangunan reklamasi Teluk Jakarta dihentikan sementara pada Rapat Panitia Kerja (Panja) Pencemaran Lingkungan dan Laut. Sebab, analisis dampak lingkungannya (Amdal) belum bisa diketahui karena belum juga disetujui Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkoordinasi menyoroti permasalahan tersebut.

"Pencemaran laut berasal dari daratan, laut dan kegiatan udara. Laut sudah jadi comberan saja. Tidak menutup kemungkinan jika tidak ada sinergi lintas kementerian, keefektifan penegakan hukum tidak efektif," kata Herman saat rapat dengan pihak KKP di ruang rapat Komisi IV DPR, Senayan, Jakarta pada 31 Agustus 2015.

Tarik Ulur Ahok


Keputusan itu akhirnya diterima Ahok. Hal itu berdasarkan rapat koordinasi antara Ahok, MenLHK, Menko Maritim Rizal Ramli, dan Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Namun, Ahok mengatakan, meski dihentikan sementara, baik pusat maupun Pemprov DKI setuju bahwa tak ada yang salah dengan pelaksanaan reklamasi.

"Saya terima kasih kepada Menko Maritim, KLHK, KKP supaya polemik ini selesai. Kita sepakat reklamasi, tak ada yang salah. Ini inisiatif baik dari Menko. Kalau enggak, saya diserang melulu," ujar Ahok di Kantor Kemenko Maritim, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016).

Ahok menilai, selama ini pelaksanaan megaproyek itu terdapat tumpang tindih peraturan. Meski semula takut akan gugatan karena penghentian reklamasi, Ahok mengaku tak khawatir lagi karena sudah ada dukungan dari kementerian.

"Kita sadar ada tumpang tindih peraturan,"ujar dia.

Sementara, Rizal Ramli menjawab ketakutan akan adanya gugatan dari para pengembang. "Nggak usah khawatir. UU jelas, siapa yang berani gugat Rizal Ramli? Pak Ahok bisa fokus ke keputusan, kali ini ada landasan hukum. Jangan khawatir," kata Rizal menenangkan.

Bukan Ahok jika tak ngotot sebelum akhirnya menerima keputusan bersama itu. Ia bahkan sempat mendebat pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang setuju jika proyek reklamasi dihentikan sementara.

Ki-ka: Siti Nurbaya, Rizal Ramli dan Ahok saat konferensi pers hasil rapat Reklamasi Teluk Jakarta, Senin (18/4). Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta sepakat untuk menghentikan sementara proyek Reklamasi Teluk Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bagi Ahok, menghentikan sementara reklamasi mudah saja asalkan dasar hukumnya jelas. Ia takut keputusan penghentian tanpa dasar malah menjadi bumerang bagi Pemprov DKI Jakarta.

"Kalau saya digugat dan saya kalah di PTUN, dan suruh ganti berapa triliun, yang kalah Pemda loh. Jadi pemda yang harus bayar," imbuh Ahok.

Secara politik, ancaman yang diterima Ahok juga tidak main-main. Menurut mantan Bupati Belitung Timur itu, bukan tidak mungkin DPRD menggelar angket berujung pemecatan.

"Kamu kira, DPRD mecat saya enggak kira-kira? Baru ikut UPS saja sudah mau dipecat," kata Ahok lagi.

Menurut Ahok, pembahasan antara Pemprov DKI Jakarta dan kementerian terkait pembuktian jika mega proyek itu bukanlah hal yang ditolak pemerintah pusat. Mengutip penjelasan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) Sudirman Saad, Ahok menjelaskan jika reklamasi adalah cara untuk membendung perairan yang terkontaminasi.

"Kalau teluk sudah terkontaminasi, maka teknik mengatasinya adalah reklamasi. Supaya menyerap racun. Ada bukunya beliau, jadi tanya beliau," tutur mantan Bupati Belitung Timur itu.

Ahok menjelaskan, yang masih diperdebatkan bukanlah reklamasinya, melainkan perizinan pembangunan di pulau reklamasi yang belum ada. Ahok menegaskan, para pengembang nantinya harus memberi kompensasi 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dari setiap Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dari reklamasi Teluk Jakarta yang dijual pengembang.

"Itu saja yang kita berantem. Buat saya mah izin enggak masalah. Tapi izin jangan ditarik ke pusat trus ilangin 15 persen, jangan. Nanti DKI yang repot. Itu saja yang saya minta," ujar Ahok.




Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya