Liputan6.com, Jakarta - Nelayan Muara Angke menjadi salah satu pihak yang paling lantang menolak reklamasi Teluk Jakarta. Penolakan bahkan telah disampaikan sebelum proyek tersebut dihentikan sementara. Para nelayan menyampaikannya dengan aksi simbolis menyegel Pulau G.
Merespons hal tersebut, DPPÂ Partai Keadilan Sejahtera (PKS) berencana bertemu dengan para nelayan Muara Angke pada Sabtu 23 April mendatang. Presiden PKS Sohibul Iman mengatakan kedatangannya untuk mendengar keluh kesah para nelayan.
"Kita akan ke muara Angke. Nelayan kita dorong supaya bisa menikmati profesi mereka. Sebagai negeri maritim, kita harus bisa beri tempat pas dan sewajarnya bagi nelayan kita," kata Sohibul di Kantor DPP PKS, Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Baca Juga
Pria yang akrab disapa Kang Iman itu membantah acara tersebut terkait dengan pro dan kontra soal reklamasi. Menurutnya rencana ini sudah ditentukan jauh-jauh hari sebagai bagian acara Milad PKS ke-18.
"Kegiatan kami di Muara Angke, sudah dijadwalkan jauh-jauh hari. Tidak terkait dengan hal itu, kita sudah rencanakan jauh sebelum kasus. Kalau kebetulan ya ada hikmahnya. Intinya perhatian kita pada para nelayan," terang Kang Iman.
Dukung Penghentian Sementara
Terkait dengan penghentian sementara reklamasi, Iman mengaku mendukung langkah tersebut. Menurutnya perlu dilakukan evaluasi menyeluruh, mulai aspek perizinan dan dampak sosial reklamasi.
"Untuk kasus DKI, PKS sepakat moratorium. Moratorium untuk evaluasi menyeluruh, bukan legal administratif saja. Kami setuju pendapat Menteri LHK, ini harus dievaluasi menyeluruh termasuk dampak lingkungan dan sosial," tutur Iman.
Meski demikian, tidak semua kebijakan reklamasi ditolak sepenuhnya oleh PKS. Bisa saja, lanjut Iman, ada daerah yang cocok dilakukan reklamasi.
"Harus case by case menyatakan menolak sepenuhnya reklamasi. Jangan generalisir pula tidak boleh reklamasi," tutur Sohibul Iman.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebelumnya menyatakan, moratorium atau penghentian sementara reklamasi Teluk Jakarta diperlukan untuk mencocokkan peraturan yang selama ini tumpang tindih.
"Ada undang-undang saling tumpang tindih. Tafsirannya bagaimana? Nah ini mesti Menko putusin. Kalau diputusin, saya enggak tahu berapa bulan ya tergantung tim komite kerja berapa cepat," ujar Ahok di Gedung Menko Maritim Jakarta, Senin 18 April 2016.
Menurut Ahok, penerbitan izin kepada para pengembang selama ini tak ada yang salah, hanya saja terdapat multitafsir antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI.
Advertisement