Perlu Sinergi untuk Bendung Penyebaran Pornografi dan Narkoba

Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu Saraswati bertemu Dinas Syariah Aceh saat kunjungan kerja di Aceh.

oleh Liputan6 diperbarui 13 Mei 2016, 11:57 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2016, 11:57 WIB
Perlu Sinergi untuk Bendung Penyebaran Pornografi dan Narkoba
Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu Saraswati bertemu Dinas Syariah Aceh saat kunjungan kerja di Aceh.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu Saraswati mengatakan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Aceh perlu bersinergi dengan Dinas Syariah Aceh untuk bahu-membahu menangkal maraknya penyebaran pornografi dan narkoba. 

Rahayu mengaku prihatin ketika anak-anak muda Aceh kerapkali diidentikan dengan ganja, sementara kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak juga masih cukup tinggi. Faktor tingginya penyebaran dan pemakaian narkoba (ganja) di kalangan anak muda Aceh tentu bisa menjadi pemicu maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.

“Konseling kejiwaan bagi para korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual serta program rehabilitasi para pecandu narkoba sudah menjadi kebutuhan mendesak untuk menekan penyebarannya,” kata Rahayu saat melakukan kunjungan kerja ke Aceh beberapa waktu lalu seperti dikutip dari laman DPR RI.

Politisi Gerindra ini juga menekankan bahwa pemahaman akan bahaya (efek negatif) teknologi informasi melalui berbagai media sosial yang mengandung konten pornografi, cyber sex, faham radikal serta aliran sesat tidak hanya ditujukan kepada anak-anak, tapi orang tua juga perlu mendapat pembelajaran.

Butuh solusi kreatif misalnya melalui pendidikan kesehatan untuk meredam dampak dari pergaulan bebas, dengan menjelaskan risiko tertular berbagai penyakit berbahaya seperti HIV AIDS jika melakukan seks pranikah secara tidak bertanggung jawab. Ia mencontohkan, di Pakistan yang notabene juga mayoritas muslim dengan pakaian tertutup (hijab) namun kasus pemerkosaan di sana juga tinggi.

“Ini artinya gaya berpakaian masyarakat tidak sepenuhnya bisa menjamin dari ancaman kasus pemerkosaan, jika berbagai sumber pemicu seperti pornografi di media sosial dan narkoba tidak secara serius dibendung dan diberantas,” ungkap rahayu.

Penerapan Syariah Islam Turunkan Angka Kasus Kekerasan

Penerapan Syariah Islam

Senada dengan Rahayu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ri, Ledia Hanifa Amaliah menyoroti maraknya kasus orang tua menelantarkan anak-anak terutama di daerah-daerah miskin. Oleh karenanya peran P2TP2A sangat strategis dalam rangka memberikan ketrampilan perempuan-perempuan yang hidup di kantong-kantong kemiskinan.

“Jika para perempuan ini diberi ketrampilan yang cukup, maka bisa membantu para suami menghidupkan roda perekonomian keluarga sehingga kasus menelantarkan anak bisa diredam,” terang Ledia.

Politisi PKS ini juga berharap P2TP2A Provinsi Aceh lebih proaktif turun ke lapangan melakukan pendekatan-pendekatan ke daerah rawan kemiskinan tanpa harus menunggu adanya laporan kasus dari masyarakat.

“Saya yakin para korban kasus kekerasan dan pelecehan seksual perempuan dan anak ini masih banyak yang tidak berani melaporkan kasusnya di luaran sana, karena selain ini menjadi aib keluarga, seringkali pola penyelesaian kasusnya hanya dengan cara kekeluargaan saja tidak sampai ke ranah hukum,” ungkap Ledia.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (BP3A) Aceh, Dahlia didampingi Ketua P2TP2A Aceh Dian Marina mengungkapkan penerapan syariah islam di bawah pengawasan Dinas Syariah Aceh perlahan tapi pasti mampu berkontribusi menurunkan angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

“Secara umum masyarakat Aceh mendukung penerapan syariah, terlihat dengan kian diminatinya PAUD IT, gerakan shubuh berjamaah oleh berbagai kelompok masyarakat juga makin ramai, sedangkan pertentangan (penolakan) syariah lebih banyak muncul dari luar Aceh,” terang Dahlia.

Dahlia menjelaskan, berdasarkan data kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap anak di Aceh tahun 2015 lalu mencapai 16 kasus, sedangkan sampai bulan April 2016 sudah terjadi 3 kasus. Sedangkan KDRT terhadap perempuan tahun 2015 mencapai 47 kasus, dan sampai bulan April 18 kasus. Kasus pemerkosaan tahun 2015 lalu juga masih terbilang tinggi mencapai 15 kasus.

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya