Liputan6.com, Jakarta - Terpilihnya Setya Novanto menjadi Ketua Umum Partai Golkar membuat arah politik partai berlambang pohon beringin berputar 180 derajat. Golkar tidak lagi menjadi oposisi bersama Partai Gerindra di Koalisi Merah Putih (KMP) dan berbalik mendukung pemerintahan Jokowi.
"Ini perlu dicatat, sekarang itu 2019 ini waktu sangat pendek sekali. Jadi sepanjang nanti rakyat mendukung Jokowi untuk presiden 2019, maka saya selaku ketua umum Partai Golkar, bukan hanya mendukung tetapi akan membela dan mendukung Presiden Jokowi di 2019," ucap Setya di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (19/5/2016).
Ketua Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan akan menghormati sikap partai Golkar. "Atas dukungan Golkar ke pemerintah, kita menghargai sikap internal Golkar. Itu urusan internal," ungkap Muzani.
Dia menuturkan, partai pimpinan Prabowo Subianto itu akan tetap menjadi oposisi. "Dari sisi Gerindra, tetap sebagai oposisi. Kalau pemerintah itu perlu kontrol, sebaik apa pun perlu dikontrol," ungkap Muzani.
Meski demikian, dia menegaskan, pihaknya tidak akan asal oposisi.
"Kita tidak asal oposisi, kita tidak ingin asal beda. Kami suatu saat akan bersama-sama inisiatif pemerintah," tandas Muzani.
Baca Juga
Taktik Golkar
Ketua DPP Gerindra Desmond J Mahesa menduga apa yang dilakukan Partai Golkar di bawah Setya Novanto adalah bagian dari taktik politik.
"Apa yang terjadi dengan Golkar, itu adalah taktik. Taktik itu bisa macam-macam," ungkap Desmond.
Dia juga menyebut langkah Golkar itu justru untuk mencari celah kemenangan di Pemilu 2019.
"Logikanya, kekuasaan pemerintah memang 3 tahun, tapi ini paling 2 tahun. Karena mendekati 2018, sudah memikirkan pemilu, apalagi pemilihan eksekutif dan legislatif akan dilakukan serentak. Sekarang bisa saja partai takut, tapi melihat Jokowi ingin maju, partai yang akan memimpin (mempunyai kuasa). Nah kita ini harus mempelajari juga makna Golkar itu," tandas Desmond.