DPR Segera Bahas Perppu Kebiri Penjahat Seksual

Hukuman kebiri yang terdapat dalam perppu harus uji dulu kepada publik melalui beberapa kelembagaan dan agama.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 21 Jun 2016, 07:56 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2016, 07:56 WIB
20151105- Gedung Nusantara DPR RI-Jakarta- Johan Tallo
Gedung Nusantara DPR RI, Jakarta, Rabu (4/11/2015). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - DPR telah menerima Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dari Presiden Joko Widodo. Perppu itu akan dibahas dalam Panitia Khusus (Pansus) lintas komisi untuk mendapatkan persetujuan.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan membacakan surat dari presiden yang diterima pada 15 Juni 2016 tersebut bernomor R38/pres06/2016 dalam rapat paripurna Senin 20 Juni 2016.

Setelah dibacakan di paripurna, surat itu lalu dibahas di Badan Musyawarah (Bamus). Nantinya, akan dibentuk panitia khusus (pansus) gabungan dari Komisi III dan Komisi VIII.

"Bamus meminta ini akan diagendakan dalam proses berikutnya dan Bamus memutuskan untuk menyerahkan pada pansus Komisi III dan Komisi VIII. UU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dibahas di Komisi VIII," ujar Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto usai rapat Bamus di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Senin 20 Juni 2016.

Didik mengatakan, langkah selanjutnya, fraksi-fraksi akan mengirimkan nama anggota pansus. Perppu ini akan dibahas cepat, terutama karena DPR hanya punya waktu sekitar 2 bulan.

"Perppu Perlindungan Anak kita terkait jangka waktu 60 hari karena waktu relatif cukup, tentu kita akan membuat kajian yang cukup dari perspektif hukum. Bahwa memang standing dikeluarkannya Perppu sudah sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku? Lalu apakah memang ada kekosongan hukum atau kondisi mendesak?. Kedua prespektif substansinya itu, fraksi-fraksi akan membuat kajian," papar Didik.

Ia menuturkan, hukuman kebiri yang terdapat dalam perppu harus uji dulu kepada publik melalui beberapa kelembagaan, lalu juga agama, dan bagaimana juga dari sisi akademis.

"Supaya kami dalam memutuskan substansi tepat, tidak hanya didasarkan pada emosional, tapi seluruh aspek masuk juga dalam pertimbangan kita sehingga UU dapat diaplikasikan," ucap Didik.

"Kalau ada beberapa pihak seperti IDI menolak, penolakannya harus kita dengar, apakah menolak secara penuh atau menolak dengan syarat," ucap dia.

Perppu Nomor 1 Tahun 2016 Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diteken oleh Presiden Jokowi pada 25 Mei 2016.

Perppu ini berisi tentang pemberatan hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang meliputi pemberatan hukuman hingga hukuman mati bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, juga hukuman seumur hidup, serta hukuman penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun. Hukuman tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan tindakan berupa kebiri kimia, serta pemasangan cip.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya