Liputan6.com, Jakarta - Ingatan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam)Â Wiranto melayang ke masa lalu. Kala itu 18 tahun lalu, pria tersebut harus mengambil keputusan besar.
Putusan yang musti diambil adalah apakah mengambil alih pemerintahan atau tidak. Menurut Wiranto, pertempuran hati besar terjadi dalam benaknya di waktu tersebut.
Baca Juga
"Pada 1998 Indonesia mengalami krisis luar biasa, dampak dari krisis moneter. Telah terjadi kericuhan nasional skala besar, yang kalau tidak hati-hati menangani Indonesia bisa hancur," ucap Wiranto di Jakarta, Sabtu 17 September 2016.
Advertisement
Dia menyebut, Indonesia sangat kacau. Bahkan, ia sampai tak bisa lagi menggambarkan kekacauan itu.
Ketika keadaan begitu kacau, ia mengaku terkejut. Penyebabnya adalah, perintah mendadak yang dikeluarkan Presiden Soeharto kepadanya.
"Pada 20 Mei malam Pak Wiranto menjabat Pangab dan Menhan jabatan yang sangat ditakuti, saya diberikan tugas oleh presiden menambah jabatan saya lagi, sebagai panglima komandan operasi keselamatan negara," ucap dia.
Tapi, perintah Soeharto kali ini aneh. Sebab, Wiranto diberi kebebasan untuk menolak atau menerima.
"Presiden biasanya memberikan perintah ini, saya berikan perintah laksanakan, tapi saat itu presiden berkata kamu boleh pakai boleh tidak pakai, itu diserahkan tapi saya disuruh menimbang sendiri. Itu perintah tak lazim," kata Wiranto.
"Perjalanan dari rumah presiden di Cendana ke Merdeka Barat cuma 15 menit. 15 menit saya harus buat keputusan, saya pakai tidak," kata Wiranto.