Liputan6.com, Jakarta - Adik kandung Siti Fadilah Supari, Burhan Rosydi, mencak-mencak dengan penahanan kakaknya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Burhan yang juga konsultan eks Menteri Kesehatan (Menkes) itu menilai penahanan Siti oleh KPK berbau politis.
KPK menahan Siti terkait statusnya sebagai tersangka kasus korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis Departemen Kesehatan dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007.
"Benarkah secara hukum bukti permulaannya cukup? Why? Ini masalah politik, tidak ada yang lain. Ini penahanannya politis. Bukan hukum," ucap Burhan di pelataran Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, Selasa (25/10/2016).
Advertisement
Menurut dia, hukum seharusnya objektif dan rasional. Namun, ketika dicampuri urusan politik, maka hukum menjadi subjektif dan irasional. Begitu yang terjadi dengan Siti yang menurutnya telah dikriminalisasi.
"Inilah realitas dari negeri kita saat ini. Hukum itu harus objektif dan rasional, begitu jadi urusan politik, hukum jadi subjektif dan irasional. Makanya telaah lebih dulu mengenai hukumnya," ucap Burhan.
Dia menilai banyak kasus-kasus besar lainnya yang ditangani KPK selama ini. Namun, KPK seolah hanya fokus pada kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alkes itu.
"Kan banyak kasus-kasus besar. Dan ini bukan kasus," ucap Burhan.
Eka Pangulimara yang merupakan pengurus organisasi serikat buruh KASBI menambahkan, penahanan Siti adalah kriminalisasi. Apalagi, dia ditahan tepat saat Hari Dokter se-Indonesia.
"Kemarin tepat hari dokter, di mana Bu Siti sebagai dokter sekaligus doktor dikriminalisasi, ditahan. Ini momen yang lukai momen Hari Dokter Seluruh Indonesia," ucap Eka.
Sebelumnya, KPK resmi menahan eks Menkes Siti Fadilah Supari. Siti ditahan di Rutan Pondok Bambu Cabang KPK, Jakarta Timur. Dia ditahan untuk 20 hari pertama demi kepentingan penyidikan.
Penahanan ini berkaitan dengan status Siti sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk kebutuhan pusat penanggulangan krisis Departemen Kesehatan dari dana Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA) Revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2007.
Oleh KPK, Siti dijerat dengan Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 jo Pasai 5 ayat 1 huruf b atau Pasai 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Kasus proyek pengadaan alkes ini sebelumnya ditangani oleh Polri. Oleh Polri, Siti sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kemudian Polri melimpahkan kasus ini ke KPK di mana oleh KPK, Siti juga ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam dakwaan milik terdakwa mantan Direktur Bina Pelayanan Medik Dasar Departemen Kesehatan, Ratna Dewi Umar muncul nama Siti. Siti selaku Menkes disebut mengarahkan agar proyek pengadaan alkes ini dilakukan dengan metode penunjukan langsung. Kemudian sebagai pelaksana pekerjaan ditunjuk Bambang Rudijanto Tanoesudibjo, pemilik PT Prasasti Mitra.
Kemudian dalam dakwaan mantan Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Departemen Kesehatan, Rustam Syarifudin Pakaya nama Siti juga muncul. Dalam dakwaan Rustam ini, Siti disebut mendapat jatah dari hasil korupsi pengadaan alkes ini. Jatah yang didapat Siti berupa Mandiri Traveller's Cheque (MTC) senilai Rp 1,275 miliar.