Rektor Paramadina: Medsos adalah Kanal Antikemapanan

Firmanzah menyebut sejumlah negara sebagai contoh medsos adalah kanal antikemapanan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 11 Des 2016, 01:15 WIB
Diterbitkan 11 Des 2016, 01:15 WIB
Editor Says: Alih Fungsi Media Sosial Kini Bikin Darah Tinggi
Pernah ada masanya media sosial jadi tempat yang menyenangkan untuk bersenang-senang. (Foto: socialmediavideozine.com)

Liputan6.com, Jakarta - Rektor Universitas Paramadina, Firmanzah mengatakan, media sosial adalah kanal antikemapanan.‎ Sebab, masyarakat mempertanyakan kemapanan yang sudah ada melalui wadah internet tersebut.

"Medsos adalah kanal antikemapanan. Masyarakat pertanyakan kemapanan yang sudah ada dan cari ekulibrim baru. Bergerak ke medsos jadi salah satu jalan asprasi untuk konsolidasikan diri. Dan itu semua terjadi di luar otoritas organsiasi formil," ujar Firmanzah dalam diskusi 'Politik dan Media Sosial' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (10/12/2016).

Dia menyebut sejumlah negara sebagai contoh medsos adalah kanal antikemapanan. Di Inggris dan Jerman misalnya. Lalu Perancis, yang mana tahun depan akan mengadakan Pemilihan Presiden (Pilpres). Di mana fenomena antikemapanan bertemu dengan demokrasi era digital.

"Memang dengan e-democracy, konteksnya sangat ekstrem, mereka mempertanyakan keabsahan institusi legal yang tradisonal menjadi fenomena medsos. Yang saya lihat sekarang di dunia, kelompok antikemapanan bergerak," kata Firmanzah.

"Kita dikagetkan Inggris memutuskan keluar dari Uni Eropa. Kemudian Duterte terpilih jadi Presiden Filipina. Donald Trump terpilih di AS," lanjut dia.

Sementara di Indonesia, fenomena itu terjadi pada demo 4 November dan aksi damai 2 Desember.

"Ada tekanan dari lembaga formil, baik kepolisian bahkan ormas besar keagamaan anjurkan tidak hadir dan Presiden sudah ke mana-ke mana, tapi tidak mampu bendung asporasi grassroot. Ini terjadi sama dengan Brexit dan fenomena donald Trump terpilih," ujar Firmanzah.

Maka, sambung dia, ketika orang-orang yang sebelumnya konsolidasi di sosmed itu bertemu, terjadilah overload informasi yang sangat liar. Akibatnya, masyarakat tidak mampu membedakan mana fakta, fitnah, mana caci makian.

"Kita mau meninggalkan atau hidup di dalamnya (sosmed), maka proses seperti civilized (berada) yang harus kita bangun," ujar Firmanzah.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya