Liputan6.com, Jakarta - Presiden Jokowi diagendakan menemui para antropolog. Mereka menyampaikan sejumlah pandangan kepada orang nomor satu di Indonesia itu. Salah satunya, pandangan mengenai penghapusan undang-undang tentang Penistaan Agama.
Menanggapi pandangan tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai, maksud dari para antropolog itu bukan menghilangkan undang-undang penistaan agama. Namun, bagaimana aturan itu tidak digunakan sebagai alat untuk menghukum orang, tapi untuk menjaga ajaran agama masing-masing.
"Khususnya yang terkait dengan pokok-pokok atau isi pokok dari ajaran agama itu. Tidak lalu kemudian disimpangi oleh siapapun juga sehingga malah itu lalu menimbulkan kerawanan sosial yang tidak semestinya. Jadi harus dilihat undang-undang itu dari sisi preventif," ujar Lukman di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/1/2017).
Advertisement
Politisi PPP ini mengatakan sebelum menghapus undang-undang itu, perlu dilihat terlebih dahulu latar belakang dan sejarah lahirnya UU No 1 PNPS tahun 1965 tentang penodaan agama.
Saat undang-undang itu dibuat, kata Lukman, banyak orang yang mengaku sebagai ulama dan ahli agama, tapi justru mengajarkan ajaran yang jauh dari esensi agama itu.
"Itulah kenapa kemudain muncul undang-undang itu bagaimana agar ajaran pokok setiap agama tidak boleh dinodai, tidak boleh dinistakan, sehingga kemudian muncul undang-undang itu," jelas
Oleh karena itu, lanjut Lukman, kehadiran undang-undang tentang penistaan agama justru ditujukan menjaga agar prinsip dasar ajaran agama itu tidak dinistakan atau dinodai oleh siapapun. Semua pihak harus menjaga agar tidak ada lagi yang boleh menodai agama dengan cara apapun.
"MK memutus undang-undang itu masih sangat relevan untuk konteks ke-Indonesia-an kita," Lukman memungkas.