Benny Demokrat: Hak Angket Penyadapan SBY Bukan Jatuhkan Jokowi

Benny mengatakan Partai Demokrat sudah mempertimbangkan segala sesuatu hal, untuk menggulirkan hak angket penyadapan SBY tersebut.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 07 Feb 2017, 15:03 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2017, 15:03 WIB
Penyadapan SBY
Benny mengatakan Partai Demokrat sudah mempertimbangkan segala sesuatu hal, untuk menggulirkan hak angket penyadapan SBY tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Demokrat terus berupaya menggalang hak angket penyadapan di DPR. Penyadapan tersebut diduga dilakukan terhadap Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) oleh tim Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman mengatakan, usulan hak angket tersebut, bukan untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

"Pelaksanaan hak angket tidak dimaksudkan menjatuhkan Presiden, jangan ada prasangka buruk. Hak angket dikatakan selalu berujung pada impeachement (penggulingan jabatan), walaupun praktik di negara lain itu berujung pada impeachment," kata Benny di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (7/2/2017).

Benny mengatakan Partai Demokrat sudah mempertimbangkan segala sesuatu hal, untuk menggulirkan hak angket penyadapan SBY tersebut.

"Kami mengusulkan hak angket itu instrumen dalam pengawasan pemerintahan. DPR kan punya fungsi pengawasan, diatur dalam konstitusi, instrumennya hak angket. Hak angket hak melakukan penyelidikan mengenai suatu pristiwa, mengenai pembiaran," kata dia.

"Itu juga kebijakan pembiaran terhadap pelanggaran hak konstitusi, itu jadi objek penyelidikan hak angket. Nanti setuju apa tidak itu kan proses, ada tahapan politik yang harus kami lalui," Benny melanjutkan.

Wakil Ketua Komisi III DPR ini meyakini, usulan hak angket penyadapan akan didukung fraksi-fraksi di DPR. Maka itu, Benny meyakini hak angket tersebut dapat disetuji DPR.

"Minimal 25 anggota, bisa dibayangkan, tidak begitu sulit. Nanti dikabulkan atau tidak ada paripurna, ada aturan untuk usulkan tidak menjadi masalah," Benny menandaskan.

Dugaan Penyadapan

Kabar adanya dugaan penyadapan muncul, setelah pengacara terdakwa kasus penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengaku memiliki bukti percakapan telepon antara SBY dan Ketua MUI Ma'ruf Amin.

SBY mengatakan sebagai mantan presiden, semestinya dia berhak mendapat perlindungan, tidak hanya pengamanan fisik tapi hal yang bersifat privasi.

"Mantan presiden itu mendapat pengamanan oleh Paspamres, siapa pun presiden itu, siapa pun mantan wakil presiden itu. Yang diamankan apanya? Orangnya objeknya, kegiatannya, dan kemudian kerahasiaan pembicaraannya," ujar SBY di Wisma Proklamasi, Jakarta Pusat, Rabu 1 Februari 2017.

"Jadi menurut saya, antara yakin dan tidak yakin, apa iya saya disadap?" ucap SBY.

Sementara, pengacara Ahok membantah memiliki rekaman serta transkip pembicaraan antara mantan Presiden ke-6 RI SBY dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin.

"Apabila ada yang menyatakan pengacara mempunyai transkip pembicaraan, punya rekaman, mengetahui isi pembicaraan, semua bohong. Kami katakan semua bohong. Itu politik, kami sadar hukum," ucap Rolas Sitinjak, salah satu tim kuasa hukum Ahok di Komplek Mapolda Metro Jaya Jakarta, Senin, 6 Februari 2017.

Selain itu, Rolas juga membantah pihaknya telah melakukan penyadapan SBY. Mereka pun berniat melaporkan pihak yang menyebarkan berita bohong itu ke polisi. "Siapa yang menyadap? Coba sebut pengacara, pasti kita laporin. Mumpung kita masih di SPK nih," ujar Rolas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya