Liputan6.com, Jakarta - Hujan turun di Kalibata, Jakarta Selatan membasahi atap-atap bangunan di kawasan itu. Terlihat cahaya redup terpancar dari sebuah kamar kontrakan yang berada di pojok sebuah bangunan. Terlihat sosok lelaki terbaring tak berdaya di ruangan 3 x 4 meter itu.
Lelaki berusia sekitar 45 tahun itu adalah George Pritting. WNA asal Amerika Serikat itu hanya bisa berbaring karena dirinya menderita penyakit ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) yang merupakan penyakit mematikan dan belum ditemukan obatnya.
Baca Juga
Penyakit ini merupakan penyakit penurunan fungsi (degeneratif) pada sel saraf motorik, yang berkembang dengan cepat dan disebabkan oleh kerusakan sel saraf.
Advertisement
Di Amerika Serikat, lebih dari 5.000 pria dan wanita terdiagnosa ALS setiap tahunnya. Rata-rata, pasien dapat hidup dua hingga tiga tahun. Sekitar 20% dapat bertahan hingga lima tahun, dan hanya sedikit sekali yang dapat bertahan satu hingga dua dekade.
Penyakit ALS inilah yang menyebabkan George kehilangan kemampuannya menggerakkan anggota tubuhnya, bahkan berbicara sejak tiga bulan lalu. Dia kini hanya bisa berkomunikasi melalui balok-balok huruf yang disusun sedemikian rupa menjadi papan ketik.
"Way out, when i dead," begitulah kalimat putus asa yang disampaikan George melalui balok huruf.
Keputusasaannya ini karena WNA asal AS ini harus berjuang bertahan hidup dari penyakitnya di tanah perantauan dengan keterbatasan perawatan, dia juga harus berjuang sendiri tanpa keluarga di Indonesia.
Begitu dia didiagnosis menderita ALS sejak 5 tahun lalu, George dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja. Dia juga ditinggalkan istrinya. Sang istri meninggalkannya kembali ke AS dengan membawa anak semata wayangnya yang bernama Joshua.
George terjebak di perantauan karena adanya masalah administrasi mengenai dokumen-dokumen keimigrasian.
Kini, dia hidup sebatang kara mengandalkan belas bantuan orang lain. Tata, salah seorang temannya, masih bertahan di samping George untuk mengurus segala kebutuhan hidupnya.
"Saya kenal George tahun 2014, dia udah kayak orang stroke, kalau jalan, kakinya sudah diseret-seret," kata Tata yang sudah 7 bulan merawat pria asal Tennessee, Negara Bagian Amerika Serikat ini.
Tata awalnya berkenalan dengan George saat ia baru saja didiagnosis menderita ALS. Ketika itu, kondisi George belum parah. "Waktu kenal George, dia udah dipecat dari perusahaan dan sudah ditinggalkan istrinya," jelas Tata ketika ditemui di indekos George, Kalibata Utara II, Sabtu 3 Maret 2017.
George yang terbuang, tak hanya dibantu Tata saat itu. Teman-teman Goerge yang lainnya ikut membantu. Ia punya banyak teman sesama Warga Negara Asing yang bekerja dan menetap di Indonesia. Mereka terhubung di grup Facebook.
"Lama-lama penyakit George makin parah, ia akhirnya kami pindahkan dari kos-nya Gunung Sahari ke sini (Kalibata)," lanjut Tata.
Di Kalibata, George semakin parah. ALS menjalari tubuhnya. Dirinya lumpuh.
George Hanya Ingin Bertemu Anaknya
Saat Liputan6.com menanyai perihal keluarganya. George kembali berupaya menjawabnya. Papan ketik itu, kembali ia pegang. Setiap satu kata selesai. Ia terdiam, wajahnya ditekuk dalam-dalam. Rupanya George teringat anaknya yang berada di AS. Dia ingin menceritakan keberadaan Joshua.
"Joshua gak usah cemas, ia harus mikirin sekolahnya, dua bulan lagi dia mau lulus, gak usah pikirkan saya," itulah kalimat yang diketik George sekitar 15 menit.
Joshua, anak lelaki George itu tengah mengikuti ujian kelulusan SMA. Selama ini, George dan Joshua hanya bisa berkomunikasi melalui Facebook. Joshua ingin ayahnya kembali ke Amerika dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai.
"Sebulan yang lalu, Joshua mengontak saya via Facebook, dia nanyain kabar ayahnya (George)," jelas Tata.
Sejatinya George bisa mendapatkan perawatan yang memadai jika ia kembali ke AS. Terlebih, ia punya jaminan dan asuransi di Tennessee yang bisa dipakai untuk pengobatannya.
Namun, George tidak bisa kembali karena terkait masalah administrasi keimigrasian. Dia juga sulit mengurusnya karena keterbatasannya kini,
"Paspornya George ditahan pihak Embassy Amerika sebagai jaminan, padahal berdiri saja dia (George) tak mampu," kata Tata.
Tata menyebutkan George punya harapan besar. WNA asal AS ini hanya ingin pulang ke kampung halamannya dan bertemu anaknya. "Dia hanya ingin pulang (ke Amerika)," Tata mengahiri pembicaraanya.