Dalami Peran Nofel Hasan, KPK Periksa 3 Tersangka Kasus Bakamla

Pemeriksaan tiga tersangka ini untuk mengetahui keterlibatan Nofel Hasan menerima suap dalam kasus Bakamla.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 20 Apr 2017, 10:59 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2017, 10:59 WIB
Juru Bicara KPK Febri Diansyah
Pemeriksaan tiga tersangka ini untuk mengetahui keterlibatan Nofel Hasan menerima suap dalam kasus Bakamla.

Liputan6.com, Jakarta - Tiga tersangka kasus suap pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Mereka adalah Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta yang merupakan karyaman swasta di PT Merial Esa, serta seorang wiraswasta Fahmi Dharmawansyah.

"Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersanga NH (Nofel Hasan)," tutur Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta Selatan, Kamis (20/4/2017).

Selain itu, penyidik juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Managing Director PT ROHDE dan SCHWARZ Indonesia, Erwin S Arif dan seorang swasta Achmad Halim alias Koh Acad. Mereka juga akan diperiksa sebagai saksi untuk Nofel Hasan.

KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus Bakamla ini. Lima orang yang telah ditetapkan tersangka adalah Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Bakamla, Eko Susilo Hadi serta tiga pejabat PT Mertial Esa yakni Fahmi Dharmawansyah, Hardi Stefanus, Muhammad Adami Okta, dan satu orang tersangka baru yaitu Kabiro Perencanaan dan Organisasi di Bakamla Nofel Hasan.

Ketiga pejabat PT ME sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a, atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah pada UU 20 Tahun 2001 jo 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Untuk Eko Susilo sebagai penerima suap, KPK menyangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001.

Nofel Hasan diduga bersama-sama menerima hadiah dan janji dalam kasus Bakamla. Diketahui atau patut diduga, dia menerima hadiah untuk melakukan dan tidak melakukan sesuatu terkait jabatannya, yang tidak berkaitan dengan kewenangannya dalam pengadaan satelit di Bakamla pada APBN 2016.

"NH diduga bersama-sama dengan pihak lain menerima US$ 104.500 dari nilai kontrak sebesar Rp 220 miliar dalam kasus Bakamla," tutur Febri di Gedung KPK, pekan lalu.

Tag Terkait

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya