Permen ESDM Atur Percepatan Pemanfaatan BBG untuk Transportasi

Ignasius Jonan tanggal 29 Maret 2-17 telah menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2017.

oleh Liputan6 diperbarui 25 Apr 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2017, 17:30 WIB
Permen ESDM Atur Percepatan Pemanfaatan BBG untuk Transportasi
Ignasius Jonan tanggal 29 Maret 2-17 telah menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2017.

Liputan6.com, Jakarta Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan tanggal 29 Maret 2-17 telah menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2017 tentang Percepatan Pemanfaatan Bahan Bakar Gas Untuk Transportasi Jalan.

Penetapan ini dengan pertimbangan bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan harga Bahan Bakar gas Untuk Transportasi Jalan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Bahan Bakar gas Untuk Transportasi Jalan.

Pasal 2 aturan ini menyatakan, Permen ini mengatur mengenai penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG yang diperuntukan bagi kendaraan bermotor untuk transportasi jalan. Penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG dilaksanakan secara bertahap pada daerah tertentu dalam wilayah NKRI. Daerah tertentu tersebut ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Selanjutnya, dalam rangka mendukung penetapan daerah tertentu. Menteri ESDM menetapkan peta jalan (roadmap) yang memuat antara lain:

1. Wilayah penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG.
2. Sasaran pengguna BBG berupa CNG.
3. Volume pendistribusian BBG berupa CNG.
4. Data kebutuhan infrastruktur pendukung sesuai dengan peta jalan.

"Penetapan peta jalan (roadmap) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan (feasibility study)," demikian bunyi pasal 3 ayat 2.

BUMN, BUMD atau Badan Usaha yang akan melakukan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG pada daerah tertentu, dapat mengusulkan studi kelayakan kepada Direktur Jenderal Migas untuk dimasukkan ke dalam peta jalan (roadmap).
Untuk menjamin ketersediaan gas bumi dan menjamin mutu BBG berupa CNG, dalam pasal 4 Menteri menetapkan:

1. Alokasi gas bumi dari kontraktor kerja sama untuk kebutuhan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG berdasarkan roadmap.
2. Spesifikasi teknis BBG berupa CNG.
Pasal 5 menyatakan, pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG, meliputi:
1. pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan SPBG;
2. pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan sarana dan fasilitas pengangkutan Gas Bumi dari sumber pasok; dan/atau
3. penyediaan, pengoperasian, dan pemeliharaan sarana dan fasilitas pengangkutan BBG berupa CNG.

Penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG berdasarkan roadmapnya dapat dilakukan melalui mekanisme penugasan atau penunjukan langsung oleh Menteri ESDM atau usulan badan usaha.

Lebih lanjut, penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG berdasarkan penugasan dilakukan oleh BUMN dan dapat dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau anggaran BUMN.

"Pembiayaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hanya terbatas pada pembangunan SPBG, sarana dan fasilitas pengangkutan gas bumi dari sumber pasok atau pengangkutan BBG berupa CNG," demikian bunyi pasal 6 ayat 3.

Pasal 7 ayat 1 menyatakan,penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG berdasarkan penunjukan langsung dilakukan oleh BUMD dan/atau Badan Usaha.Penunjukan langsung kepada BUMD dan atau Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG dibiayai melalui anggaran BUMD dan/atau badan usaha.

Terkait penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG oleh BUMN, BUMD dan badan usaha wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. memiliki sarana dan fasilitas penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG; dan
2. memiliki Izin Usaha Niaga di bidang penyediaan BBG.

Di dalam pasal 9 menyatakan, Penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG berdasarkan usulan dari badan usaha yang akan melakukan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG dilakukan dengan mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG, BUMN, BUMD atau badan usaha dapat melakukan kegiatan penyaluran melalui Penyalur BBG berupa CNG sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta wajib mengutamakan koperasi, usaha kecil, dan/atau badan usaha swasta nasional melalui perjanjian kerja sama.

Selanjutnya, dalam pasal 10 ayat 3 dijelaskan BUMN, BUMD atau badan usaha wajib melaporkan penunjukan Penyalur BBG berupa CNG kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal Migas untuk diberikan Surat Keterangan Penyalur.Dalam kegiatanpenyaluran BBG berupa CNG oleh penyalur, BUMN, BUMD, Badan Usaha, dan Penyalur wajib menjamin aspek keselamatan minyak dan gas bumi.

Dalam Pasal 11 disebutkan bagi BUMN, BUMD atau badan usaha yang melakukan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG berdasarkan peta jalan (roadmap) diberikan alokasi gas bumi sesuai dengan kebutuhan.

"Dalam hal penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG melalui mekanisme penugasan penunjukan langsung belum mencapai keekonomian, BUMN, BUMD atau badan usaha dapat memanfaatkan alokasi gas bumi yang diberikan untuk sektor industri dan rumah tangga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sampai mencapai tahap keekonomian penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG," demikian bunyi pasal 12 ayat 1.

Tertulis pula dalam pasal 12 ayat2 bahwa pemanfaatan alokasi gas bumi untuk sektor industri dan rumah tangga dibatasi paling besar 30%.

Pemanfaatan alokasi gas bumi untuk sektor industri dan rumah tangga harus mendapat persetujuan Menteri ESDM dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Untuk penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG, Menteri menetepakan harga gas bumi sesuai alokasi gas bumi dan harga jual BBG berupa CNG secara terintegrasi.

"Perhitungan harga jual BBG berupa CNG mengacu pada ke tentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemanfaatan Gas Bumi untuk BBG transportasi," jelas bunyi pasal 13 ayat 2.

Dalam pasal 14 dikatakan, badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa atau badan usaha pemegang izin usaha niaga gas bumi melalui pipa Dedicated Hilir wajib menyediakan fasilitasnya untuk menyalurkan gas bumi dari sumber pasokan ke SPBG dalam hal diperlukan dengan mempertimbangkan aspek keselamatan peralatan dan instalasi pipa penyalur.

"Pengangkutan Gas Bumi untuk keperluan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG dibebaskan dari biaya pengangkutan gas bumi (toll fee)," demikian bunyi pasal 15.

Selanjutnya, dalam rangka percepatan pemanfaatan BBG berupa CNG untuk transportasi jalan, instansi pemerintah, BUMN, BUMD beserta anak perusahaannya, badan usaha/bentuk usaha tetap pada kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan kegiatan usaha penunjang minyak dan gas bumidiwajibkan untuk menerapkan penggunaan BBG berupa CNG bagi kendaraan bermotor operasionalnya sesuai dengan peta jalan (roadmap).

Demi mendorong penggunaan BBG untuk transportasi jalan, tertera pada pasal 17 bahwa Menteri ESDM dapat memberikan bantuan konverter kit dan pemasangannya secara gratis dalam satu kali kepada kendaraan dinas dan kendaraan bermotor angkutan penumpang umum yang dilaksanakan oleh BUMN berdasarkan penugasan dari Menteri ESDM dan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara atau Anggaran BUMN penerima penugasan.

BUMN penerima penugasan atau BUMD atau badan usaha pelaksana penunjukkan langsung dapat melaksanakan program penyediaan dan pemasangan konverter kit di luar penugasan. Selanjutnya program penyediaan dan pemasangan konverter kit di luar penugasan yang menggunakan APBN dapat dilaksanakan secara bersamaan (bundling) dengan layanan penjualan BBG berupa CNG.
"Penyediaan dan pemasangan konverter kit untuk kendaraan BUMN, BUMD beserta anak perusahaannya, badan usaha/bentuk usaha tetap pada kegiatan usaha migas dan kegiatan usaha penunjang migas dilakukan dengan menggunakan anggaran BUMN, BUMD beserta anak perusahaannya, atau badan usaha/bentuk usaha tetap serta sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,"demikian yang tertuang pada pasal 18 ayat 3.

BUMN, BUMD atau badan usaha pelaksana penunjukan langsung wajib mengupayakan optimalisasi pemanfaatan SPBG dan menjamin ketersediaan BBG berupa CNG pada SPBG dan BUMN penerima penugasan penyediaan dan pemasangan konverter kit wajib menjamin ketersediaan konverter kit, suku cadang dan layanan purna pasang.

Pasal 19 ayat 3 menyebutkan BUMN, BUMD atau badan usaha yang melakukan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG wajib menyediakan:

1. teknisi di SPBG untuk identifikasi awal kelayakan konverter kit yang terpasang; dan
2. sarana sosialisasi dan pelayanan informasi penggunaan BBG berupa CNG kepada masyarakat.
Selanjutnya, pada Pasal 20 tertulis bahwa Direktur Jenderal Migas melakukan pembinaan, pengawasan dan verifikasi terhadap pelaksanaan kegiatan penyediaan dan pendistribusian BBG berupa CNG meliputi:
1. realisasi volume alokasi gas bumi;
2. realisasi volume penjualan BBG berupa CNG;
3. mutu BBG berupa CNG;
4. kehandalan sarana dan fasilitas yang digunakan; dan
5. keselamatan minyak dan Gas Bumi.

Terkait Penyaluran bahan bakar minyak yang berupa stasiun pengisian bahan bakar umum yang berada di daerah tertentu, diwajibkan untuk menyediakan sarana pengisian CNG paling sedikit 1 dispenser.

Untuk BUMN, BUMD, badan usaha atau masyarakat umum dilarang melakukan pendistribusian dan penggunaan BBG berupa CNG untuk keperluan lain yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Menteri. Jika Badan Usaha tersebut melakukan pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud, akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada saat Permen ESDM Nomor 25 Tahun 2017 ini berlaku, Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 407), dicabut dan dinyatakan berlaku. Permen ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.



(*)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya