Lembaga KPK Termasuk Obyek Penyelidikan DPR

Dalam RDP antara Pansus Angket KPK dengan Mahasiswa Universitas Trisakti dan Koalisi rakyat untuk Parlemen

oleh Reza diperbarui 27 Jul 2017, 17:26 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 17:26 WIB
Lembaga KPK Termasuk Obyek Penyelidikan DPR
Dalam RDP antara Pansus Angket KPK dengan Mahasiswa Universitas Trisakti dan Koalisi rakyat untuk Parlemen

Liputan6.com, Jakarta Dalam RDP antara Pansus Angket KPK dengan Mahasiswa Universitas Trisakti dan Koalisi rakyat untuk Parlemen, delegasi Mahasiswa Trisakti merasa masih ada hal yang mengganjal terkait dengan obyek hak angket KPK.

Menurut mereka, dari 22 lembaga yang disebutkan dalam penjelasan pasal 79 ayat 3 UU nomor 17 tahun 2014 tentang MD 3, tidak sedikitpun menyebutkan tentang lembaga KPK. Berdasarkan hal itulah, mahasiswa Trisakti menilai bahwa KPK tidak tepat dijadikan sebagai obyek hak angket.

Menanggapi hal itu, Ketua Pansus hak Angket KPK DPR RI Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan bahwa berdasarkan pasal 79 ayat 3 itu juga, DPR mempunyai kewenangan melaksanakan fungsi penyelidikan terhadap KPK.

“DPR adalah pembentuk undang-undang sekaligus dia juga sebagai pengawas atas pelaksanaan undang-undang. Berlandaskan pasal 79 ayat 3 itu juga DPR mempunyai kewenangan untuk melaksanakan fungsi peyelidikan atas pelaksanaan undang-undang. Kami meyakini betul bahwa KPK adalah termasuk obyek penyelidikan tersebut,” papar Agun di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/07/2017).

Agun menghargai pandangan pemikiran yang disampaikan oleh para mahasiswa Trisakti. Menurutnya ciri karakteristik masyarakat intelektual adalah rasionalitas.

“Saya termasuk orang yang tidak setuju dengan gerakan yang bersifat mobilisasi. Ilmu itu tumbuh dan berkembang, namun untuk menguji sebuah kebenaran harus dikembalikan kepada orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Seperti soal penafsiran kalimat atau kata-kata, antara titik, koma, dan titik koma memiliki makna yang berbeda,” jelas Agun.

Agun mengatakan, Konstitusi adalah rumusan pucuk puncak pengaturan tertinggi. Tidak boleh ada norma-norma di bawahnya yang melanggar pucuk dan puncak tersebut. Di bawah norma Undang-Undang Dasar 1945 adalah undang-undang, Perppu, dan seterusnya. Segitiga bangun hirarki itu, kalau ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan yang diatasnya maka akan dipangkas.

 

 

(*)

 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya