Liputan6.com, Padang - Mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto meminta pemerintah menguji dan mengkaji kembali wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi atau Densus Antikorupsi. Sebab lembaga itu rentan dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab karena tidak lahir dari permintaan publik.
Menurut Bambang, salah satu pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006 menyebut diperlukannya lembaga khusus antikorupsi yang independen. Lembaga independen itu seharusnya dibentuk berdasarkan tuntutan publik.
Baca Juga
"Ini Densus (Antikorupsi) kan tuntutan wakil rakyat di mana proses politisasi pemberantasan korupsi mungkin saja terjadi," ujar Bambang di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Rabu (18/10/2017).
Advertisement
Bambang menilai, sudah saatnya Presiden Jokowi mengambil sikap. Sebab, Densus Antikorupsi bisa saja melemahkan dan menghancurkan semua proses upaya pemberantasan korupsi yang konsisten.
"Diskusi mengenai ini sudah cukup lama. Sudah saatnya Presiden mengambil sikap, sikap kenegarawanan yang jelas. Jangan sampai kemudian ini menjadi salah langkah dan tidak bermakna dan menjadi fire back terhadap upaya pemberantasan korupsi. Yang rugi adalah kekuasaan," ungkap Bambang.
Pembentukan Densus Antikorupsi, menurut dia, mengarah kepada pelemahan KPK. "Apakah ini upaya yang betul mendorong upaya pemberantasan korupsi atau sebaliknya? Perlu dikaji ulang gagasan membentuk Densus Antikorupsi," kata Bambang.
Anggaran Rp 2,6 Triliun
Wacana pembentukan Densus Antikorupsi mencuat dalam rapat dengar pendapat Komisi Hukum DPR dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada Selasa, 23 Mei lalu. Sejak itu, Polri menyusun kajian untuk merealisasikannya.
Polri berencana merekrut 3.560 anggotanya untuk mengisi Densus Antikorupsi, yang ditargetkan akan mulai bekerja pada 2018. Tito pun mengajukan anggaran Rp 2,64 triliun, yang akan menjadi tambahan rencana bujet Polri tahun depan.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement