Fahri Hamzah: Undang-Undang Penyadapan Harus Dibikin, Darurat Itu

Fahri Hamzah menyatakan, Undang-Undang Penyadapan nantinya tidak hanya berlaku bagi KPK tapi juga lembaga lain.

oleh Ika Defianti diperbarui 02 Feb 2018, 14:18 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2018, 14:18 WIB
Fahri Hamzah
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyampaikan mengenai audit KPK kepada pers usai melakukan pertemuan di Posko Pengaduan Pansus Angket KPK

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, dalam putusan Mahkahmah Konstitusi (MK) penyadapan harus diatur dalam undang-undang. Karena itu, Fahri mendukung adanya Rancangan Undang-Undang Penyadapan.

"Emang harus dibikin UU-nya, darurat itu," kata Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2018).

Fahri menyebut, seharusnya pada saat pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Peraturan Presiden dapat langsung dikonversi menjadi UU. Sehingga ada UU yang mengatur tentang penyadapan.

"Supaya kita punya sekarang, enggak ada orang nyadap seenaknya saja kayak nyadap pohon karet," ujar dia.

Menurut Fahri, UU Penyadapan nantinya juga berlaku tidak hanya untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun untuk lembaga lain yang memiliki kewenangan penyadapan.

"Tapi paling penting KPK, karena yang lain ada aturannya di intelijen itu ada (aturan) penyadapan, dan enggak boleh jadi alat bukti. Yang memakai penyadapan dan jadi alat bukti itu hanya KPK, yang lain cuma untuk memantau, senjata pamungkas istilahnya," jelas Fahri Hamzah.

Penilaian Buruk terhadap KPK

Fahri Hamzah: SDM Lembaga Legislatif Tentukan Kualitas Demokrasi
Kualitas demokrasi yang baik salah satu faktornya ditentukan oleh baiknya SDM di lembaga legislatif atau lembaga perwakilan rakyat.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyatakan lembaganya siap untuk diaudit terkait penyadapan yang selama ini dilakukan. Komisi III DPR pun akan fokus mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) Penyadapan.

"Saya kira momen ini bisa juga untuk kita dalami sekaligus terkait dengan rencana Komisi III DPR menginisiasi RUU Penyadapan tindak lanjut putusan MK. Berlaku tak terkait KPK tapi penegak hukum lainnya," ujar Anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Jakarta, Selasa (26/9/2017).

Menurut Arsul, selama ini kewenangan penyadapan telah menimbulkan penilaian yang buruk terhadap KPK.

"Karena persoalan penyadapan harus kita akui menimbulkan suuzon bahwa kewenangan untuk melakukan penyadapan dipergunakan dalam tanda kutip tidak pas. Ada yang lebih kasar lagi dalam tanda kutip serampangan. Tapi kesiapan KPK itu harus kita apresiasi," tutup Arsul.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengaku, penyadapan yang dilakukan oleh lembaga antirasuah itu sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. "Cuma ini mau curhat yang selalu dipermasalahkan KPK, padahal yang diaudit setelah putusan MK itu selalu KPK. Pak Tifatul dulu Menkominfo, kami minta diaudit, Pak Tifatul bilang 'enggak bisa, ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi)'," tutur Laode.

Dia menceritakan, jika di Belanda ada badan khusus menyadap yang diatur oleh Undang-undang. "Sehingga kalau polisi mau nyadap, pergi ke situ, ada undang-undang mengaturnya. Dasar hukum kami itu (Putusan MK)," ucap dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya