Pemerintah Godok Perpres Zakat dari PNS Muslim

Dalam Perpres tersebut akan diatur zakat sebesar 2,5 persen dari gaji PNS.

oleh Hanz Jimenez SalimPutu Merta Surya Putra diperbarui 06 Feb 2018, 19:45 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2018, 19:45 WIB
Ilustrasi Zakat
Ilustrasi Zakat

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengungkap, pemerintah saat ini tengah mempersiapkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pungutan zakat dari Aparatur Sipil Negara (ASN) atau PNS muslim. Dalam Perpres tersebut akan diatur zakat sebesar 2,5 persen dari gaji PNS.

"Diberlakukan hanya ASN muslim, kewajiban zakat hanya kepada umat Islam," kata Lukman di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/2/2018). 

Menurut Lukman, zakat sebesar 2,5 persen itu hanya bersifat imbauan dan bukan keharusan. Berdasarkan data yang dikeluarkan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), sambung dia, sudah ada lebih dari empat juta PNS muslim yang mengeluarkan zakat. Total zakat yang masuk sekitar Rp 270 triliun.  

"Sekali lagi, ini diberlakukan bagi ASN muslim. Karena gini, potensi zakat sangat besar kita ingin potensi ini bisa diaktualisasikan sehingga lebih banyak masyarakat dapat manfaat dari dana zakat," ucap Lukman. 

Dalam pelaksanaan Perpres tersebut, sambung Lukman, gaji PNS muslim secara otomatis terpotong tiap bulannya. Uang itu nantinya masuk ke kantong Baznas untuk dikelola dan diserahkan ke penerima zakat. 

"Sudah ada badan sendiri itu Baznas. Keppresnya sedang disiapkan, tahun ini insya Allah," terang dia.

Lukman juga mempersilakan apabila para PNS keberatan terkait kebijakan ini. Ia berjanji akan menampung semua aspirasi itu.

"Kalau lah ada ASN muslim keberatan, bisa mengajukan keberatannya," kata Lukman. 

Hanya Wacana

Ilustrasi Zakat
Ilustrasi Zakat

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengatakan, rencana pemerintah mengambil zakat yang berasal dari pemotongan gaji PNS muslim, baru sebatas wacana. Sehingga belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat.

"Itu wacana, hanya wacana," ucap JK di kantornya, Jakarta, Selasa (6/2/2018).

Dia menyebut, jika ini direalisasikan, maka sifatnya tidak wajib, dan hanya sukarela. Tapi sekarang baru sebatas wacana.

"Itu pun kalau terjadi, itu bukan wajib, sukarela saja. Kita masih wacana," JK memungkas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya