Liputan6.com, Jakarta - Mantan Dirjen Perhubungan Laut pada Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla), Antonius Tonny Budiono menangis saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa penerima suap dan gratifikasi. Tonny merasa dikucilkan oleh orang-orang bak menderita penyakit lepra.
Selama persidangan, dia mengakui telah menerima uang dari sejumlah pihak terkait beberapa proyek saat menjabat sebagai Direktur Kepelabuhan ataupun sebagai Dirjen Hubla. Dia telah menyadari kesalahannya.
Dia mengatakan menjadi tahanan KPK menjadi titik balik kehidupannya. Oleh karena itu, dia mengingatkan agar pejabat atau penyelenggara negara tidak mengambil langkah sama dengannya.
Advertisement
"Teman-teman tolong kalian jangan seperti saya. Sakit rasanya seperti saya. Saya seorang dirjen, saya dianggap sebagai orang penyakit lepra. Semua menghindari saya," ujar Tonny sambil menangis di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (4/4/2018).
Dia juga menegaskan, tumpukan 33 ransel yang ditemukan tim KPK saat penangkapannya di mess perwira angkatan laut telah tercampur baur antara penerimaan gratifikasi, uang perjalanan dinas, honorarium sebagai narasumber, dan peninggalan almarhumah sang istri sebagai wali kelas.
"Saya ditangkap, saya mengakui saya salah. Mungkin jarang orang seperti saya ditangkap mengakui salah," kata Tonny.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Dakwaan
Pada perkara ini, Tonny didakwa menerima suap dari Adi Putra alias Yongkie alias Yeyen sebesar Rp 2,3 miliar dengan 8 kali transfer. Suap diberikan Yeyen dalam bentuk ATM yang telah tersedia saldo dan kerap mendapat transfer dari Yeyen. Selain itu, ATM yang dipegang Tonny diketahui atas nama Joko Prabowo. Nama tersebut merupakan identitas palsu.
Penerimaan suap oleh Tonny sebagai kompensasi Yeyen menjadi pemenang tender proyek pengerukan di beberapa pelabuhan. Pada transaksinya, keduanya kerap menggunakan kata sandi, antara lain telur asin, sarung, kalender tahun baru.
Tonny juga didakwa menerima gratifikasi dengan berbagai mata uang asing. Sedikitnya ada enam mata uang asing yang dianggap merupakan bentuk gratifikasi oleh Tonny, yakni USD 479.700, EUR 4.200, SGD 700.249, RM 11.212, dan Rp 5.815.579.000. Tonny juga menerima gratifikasi dari Oscar Budiono dalam bentuk uang yang tersimpan di Bank Bukopin dengan total Rp 1.067.944.536. Sementara penerimaan gratifikasi oleh Tonny yang tersimpan di BCA mencapai Rp 300 juta dari Wasito.
Ia juga menerima gratifikasi berbagai macam barang yang memiliki nilai ekonomi yang seluruhnya setelah ditaksir oleh PT Pegadaian sejumlah Rp 243.413.300.
Atas perbuatannya, ia didakwa jaksa penuntut umum pada KPK telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Sementara penerimaan suap, Tonny didakwa Pasal 12 b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Advertisement