MUI: Politik Uang dan Pemberian Imbalan Hukumnya Haram

Ketua Umum MUI ini menekankan, jika pemilih diarahkan untuk memilih orang lain dan dibayar, hukumnya haram.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mei 2018, 07:06 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2018, 07:06 WIB
Tokoh dan Pejabat Tinggi Negara Hadiri Milad MUI ke - 42
Ketua MUI KH Ma'ruf Amin menyampaikan sambutan pada acara Milad MUI ke-42 dan Anugerah Syiar Ramadan 2017 di Jakarta, Kamis malam (26/7). Milad MUI juga diisi dengan peluncuran buku Penggerak Ulama Pelindung Umat. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Banjarbaru - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa mengenai politik uang dan pemberian imbalan untuk mengarahkan pilihan baik dalam pilkada maupun pemilu lainnya, hukumnya haram.

"Politik uang termasuk mahar politik dan memberikan imbalan dalam bentuk apa pun adalah haram," ujar Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin, di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Rabu 9 Mei 2018.

Ia mengatakan, memberikan sesuatu dalam bentuk apapun tidak dibolehkan karena memilih merupakan kewajiban setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih.

Ketua Umum MUI ini menekankan, jika pemilih diarahkan untuk memilih orang lain dan dibayar, hukumnya haram. Keduanya, baik orang yang diberi maupun pemberi melakukan perbuatan yang tidak dibenarkan.

"Perbuatan memberi itu tidak benar dan menerima juga tidak boleh karena tergolong haram. Apalagi pilihan bukan diarahkan kepada orang berkompeten di bidangnya," ujar dia seperti dilansir dari Antara.

Menurut dia, permintaan dan atau pemberian imbalan dalam bentuk apa pun terhadap proses pencalonan seseorang sebagai pejabat publik hukumnya haram dan termasuk risywah (suap).

"Pemberian imbalan hukumnya haram karena termasuk kategori risywah (suap) atau membuka jalan risywah apalagi jika hal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab, dan kewenangannya," kata dia.

Kemudian, meminta imbalan kepada seseorang yang akan diusung atau dipilih sebagai calon anggota legislatif, kepala daerah dan jabatan publik lain padahal itu tugasnya maka hukumnya haram.

"Begitu juga, meminta suatu imbalan kepada seseorang padahal itu memang menjadi tugas, tanggung jawab serta kewenangannya maka hukumnya adalah haram," ujar Ketua Umum MUI ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Bisa Dirampas

Bahkan, imbalan yang telah diberikan dalam proses pencalonan atau pemilihan suatu jabatan tertentu bisa dirampas dan digunakan untuk kepentingan maupun kemaslahatan umum.

"Jadi, status hukum atas imbalan yang diberikan bisa dirampas dan digunakan untuk kepentingan dan kemaslahatan umum," kata mantan anggota DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pula.

Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI yang dipusatkan di Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru dibahas melalui empat komisi perwakilan 34 MUI dari seluruh Indonesia.

Pelaksanaan Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI Ke-6 dibuka Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Senin 7 Mei 2018 dan ditutup Ketua MUI, Rabu siang, disaksikan Gubernur Kalsel Sahbirin Noor.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya