Menteri Basuki Belum Terima Surat Panggilan Ulang dari KPK

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyatakan dirinya belum tentu memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi pada Senin 15 Mei.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Mei 2018, 06:38 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2018, 06:38 WIB
Basuki Hadi Muljono
Basuki Hadi Muljono (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan dirinya belum tentu memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai saksi pada Senin 15 Mei. Ia mengaku belum menerima surat panggilan ulang.

"Sampai saat ini belum terima surat penjadwalan itu. Jadi, saya belum tentu ke KPK, Senin," kata Basuki di sela kunjungan Presiden Jokowi di Tol Gempol Pasuruan di Pasuruan, Sabtu ( (12/5/2018).

Namun, Basuki Hadimuljono menyatakan kesiapannya jika surat resmi pemanggilan KPK sudah diterimanya. "Saya kemarin (11 Mei) batal hadir karena dinas mendampingi Presiden Jokowi ke Pasuruan," ujar Basuki seperti dilansir Antara.

Sebelumnya juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono batal diperiksa penyidik KPK sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau gratifikasi terkait proyek di Kementerian PUPR Tahun Anggaran 2016. Untuk itu penyidik KPK menjadwalkan ulang pemeriksaan yang rencananya dilangsungkan pada Senin 14 Mei.

 

Jadi Saksi

20151013-Gedung-Baru-KPK
Tampilan depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru di Jl Gembira, Guntur, Jakarta, Selasa (13/10/2015). Gedung tersebut dibangun di atas tanah seluas delapan hektar dengan nilai kontrak 195 miliar rupiah. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Basuki akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Bupati Halmahera, Maluku Utara, Rudi Erawan. Dalam kasus itu, Rudi Erawan diduga menerima gratifikasi sekitar Rp6,3 miliar dari mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary.

Uang untuk Rudi didapat Amran dari sejumlah kontraktor proyek tersebut, salah satunya Dirut PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.

Selain itu, Rudi juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Pada kasus itu, ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pindana Korupsi sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka Rudi adalah pengembangan dari OTT KPK pada 2016 lalu terhadap anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya