Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membandingan proses kenaikan bahan bakar minyak (BBM) era Presidem Joko Widodo atau Jokowi dengan era Orde Baru Suharto.
Menurut Fahri, semasa orde baru kenaikan harga BMM ditangani secara hati-hati. Pemerintah saat itu memberikan penjelasan gamblang terkait kenaikan tersebut.
Baca Juga
"Sepertinya di rezim orde baru itu mengambil hak rakyat yang bernama subisidi bahan bakar itu hati-hati sekali dan diselenggarakan dengan baik, supaya masyarakat tahu kenapa dilakukan ini," ujar Fahri.
Advertisement
Pengumuman batalnya pemerintah menaikan harga BBM, ujar Fahri, harus dipertanyakan. Menurut dia, pemerintah harus menjelaskan maju-mundur rencana pengumuman kenaikan BBM.
"Tiap hari diam-diam maju mundur, ini kan ngaco. Saya kira pemerintah harus menjelaskan ulang apa yang Anda lakukan," kata Fahri.
Ketua DPP PKB yang juga Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding, menilai tidak heran dengan kebiasaan oposisi yan kerap mempertanyakan sikap atau langkah pemerintah.
"Saya tidak heran dan sejak awal sudah menduga bahwa kalau lihat tren selama ini teman-teman oposisi, apapun yang dilakukan oleh pemerintah baik berupa perilaku maupun kebijakan, itu pasti mendapatkan reaksi yang nyinyir dari teman-teman disana," ucap Karding saat dikonfirmasi, Kamis (11/10/2018).
Dia mencontohkan, bagaimana saat Pemerintah bergerak untuk mengatasi dampak bencana di Sulawesi Tengah dan masih dianggap lamban.
"Padahal dalam sejarah penanangan bencana, menurut saya, sebagai orang Sulteng ini, adalah penanganan yang sangat serius dan seluruh energi kita. Pemerintah dalam hal ini tercurah untuk masyarakat di sana. Tidak kurang Pak Jokowi sebagai Presiden dalam seminggu dua kali, berkunjung ke sana," jelas Karding.
Â
Kewenangan Tepat
Dia menegaskan, apa yang dilakukan Jokowi dalam membatalkan kebijakan BBM tersebut, adalah menggunakan kewenangan yang tepat.
"Menggunakan kewenangan, menggunakan keyakinannya bahwa seluruh kebijakan-kebijakan strategis yang bermuara pada Pak Jokowi itu, beliau tidak telan mentah-mentah," tutur Karding.
Karenanya, dia meminta sikap Presiden Jokowi itu harus dihormati.
"Menurut saya kita hormati sebagai pintu terakhir kebijakan strategis, betul-betul diperhatikan, diteliti, dipelajari secara bersama oleh Presiden. Presiden inilah yang enggak grusak grusuk, Presiden yang betul berhati-hati. Ini juga contoh bagi kita ke depan, bahwa dalam menjadi pemimpin, jangan tipis telinga, gampang terpengaruh apalagi grusak grusuk,"pungkasnya.
Â
Reporter: Sania Mashabi, Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement