Kasus Suap Bakamla, KPK Terus Buru Eks Staf Khusus Kabakamla

KPK memastian penyidik akan terus melacak keberadaan mantan staf khusus Kepala Bakamla.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 28 Des 2018, 01:20 WIB
Diterbitkan 28 Des 2018, 01:20 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi Korupsi (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku terus mencari keberadaan mantan Staf Khusus Kepala Bakamla, Ali Fahmi alias Ali Habsyi. Pria itu pernah dipanggil sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan anggaran proyek Bakamla.

"Sudah kami panggil beberapa kali tidak datang dan ketika kami cek ke lokasi tempat yang bersangkutan berada itu tidak ada. KPK juga lakukan proses pencarian karena kami masih butuh pemeriksaan terhadap yang bersangkutan dalam penyidikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK Kuningan Jakarta Selatan, Kamis (27/12/2018).

Dia memastian penyidik akan terus melacak keberadaan Ali Habsyi. Pasalnya, penyidik masih mengembangkan kasus korupsi Bakamla tersebut dan menjerat Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief sebagai tersangka.

"Tentu karena penyidikan ini juga masih berjalan kami masih akan melaukan proses pencarian," ucap Febri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


7 Tersangka

20171116-ilustrasi-jakarta-korupsi
Ilustrasi Korupsi. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Sebelumnya, KPK menetapkan 7 tersangka kasus dugaan suap proyek Bakamla RI. Enam tersangka telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait kasus ini.

Adapun enam orang tersebut antara lain, Deputi Bidang Hukum dan Kerja Sama Bakamla RI Eko Susilo Hadi divonis penjara 4 tahun dan 3 bulan dan denda Rp200 juta. Direktur PT Merial Esa Fahmi Dharmawansyah dijatuhi vonis penjara 2 tahun den 8 bulan dan denda Rp150 juta.

Selain itu, tersangka swasta Hardy Stefanus dijatuhi vonis penjara 1 tahun dan 6 bulan dan denda Rp100juta. Tersangka M Adami Okta divonis penjara 1 tahun dan 6 bulan dan denda Rp100juta.

Sementara, Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Novel Hasan dijatuhi vonis penjara 4 tahun dan denda Rp200 juta. Terkahir, anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi divonis penjara 8 tahun dan denda Rp 1 Milyar dan hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun.

Terbaru, KPK menetapkan menetapkan Manager Director PT Rohde dan Schwarz Indonesia Erwin Sya'af Arief sebagai tersangka. Erwin diduga berperan sebagai perantara suap.

KPK menduga Erwin membantu Direktur PT Merial Esa Fahmi Dharmawansyah memberikan suap kepada anggota Komisi I DPR RI 2014-2019 Fayakhun Andriadi. Dia disinyalir mengurimkan rekening yang digunakan untuk menerima suap dan mengirimkan bukti transfer dari Fahmi ke Fayakhun.

"Jumlah uang suap yang diduga diterima Fayakhun Andriadi dari Fahmi adalah sebesar USD 911.480 (setara sekitar Rp 12 Milyar)," ujar Febri.

Menurut dia, uang suap tersebut dikirim sebanyak empat kali melalui rekening di Sungapura dan China. Diduga, duit suap tersebut diberikan sebagai fee atas penambahan anggaran untuk Bakamla RI pada APBN P 2016 sebesar Rp 1,5 Triliun.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya