Liputan6.com, Jakarta - Ratusan warga meninggal dunia akibat terjangan tsunami Selat Sunda yang dipicu oleh erupsi Gunung Anak Krakatau, Sabtu, 22 Desember 2018.
Hingga Senin, 31 Desember, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 437 orang dan 14.059 luka-luka.
"16 orang dilaporkan hilang, dan 33.721 orang mengungsi," kata Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Jakarta.
Advertisement
Sementara itu, berdasarkan rekaman seismograf yang didapat BNPB, aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau terus mengalami penurunan sejak 28 Desember 2018 lalu.
Penurunan aktivitas gunung ini juga dibarengi dengan ketinggian anak Gunung Krakatau yang mengalami penyusutan. Dari 338 meter, saat ini hanya 110 meter.
Setelah erupsi Gunung Anak Krakatau dinyatakan telah berhenti, pada Sabtu, 29 Desember 2019, kini sejumlah fakta mengejutkan ditemukan.
Â
Sakskan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Dasar Laut Alami Pendangkalan
Temuan tersebut diperoleh setelah KRI Rigel-933 mensurvei dan menginvestigasi hidro-oseanografi di area longsoran Gunung Anak Krakatau.
Menurut Kapushidrosal Laksda TNI Harjo Susmoro, dari data hasil survei hidro-oseanografi Pushidrosal 2016 dan data Multi Beam Echosounder (MBES), pada 29 dan 30 Desember 2019, perairan di selatan Gunung Anak Krakatau diperoleh perubahan kontur kedalaman 20 sampai 40 meter lebih dangkal.
"Ini dikarenakan adanya tumpahan magma dan material longsoran Gunung Anak Krakatau yang langsung jatuh ke laut," ujar Harjo melalui keterangan tertulis, Selasa, 1 Januari 2019.Â
Advertisement
2. Perubahan Morfologi
Sementara itu, dari hasil pengamatan lewat radar dan citra satelit ditemukan perubahan morfologi bentuk Gunung Anak Krakatau.
Di sisi barat, sepertiga bagian lereng anak Krakatau atau sekitar 401.000 m2 sudah hilang. Bagian itu kini menjadi cekungan kawah menyerupai teluk.
Pada cekungan kawah ini masih dijumpai semburan magma Gunung Anak Krakatau yang berasal dari bawah air laut.